Scroll untuk baca berita
HeadlineNasionalSeni & BudayaWawancara Khusus

Makna Filosofis “Swasti Luhur Ing Pribadi”: Pesan Kebijaksanaan dari Paseban Srimulih

7554
×

Makna Filosofis “Swasti Luhur Ing Pribadi”: Pesan Kebijaksanaan dari Paseban Srimulih

Sebarkan artikel ini

NEWS BIDIK – SLEMAN,Dalam kebudayaan Nusantara yang sarat dengan nilai-nilai spiritual dan filosofi luhur, muncul kembali ajaran yang mengajak manusia untuk memahami arti kesejahteraan sejati melalui bahasa dan makna kata kuno. Seorang pemerhati budaya, Sriono dari Paseban Srimulih, memaknai istilah kuno “Swasti Luhur Ing Pribadi, Keluarga, Sesama, Nagara, lan Bhawana Bhadra” sebagai doa universal bagi keseimbangan hidup dan keharmonisan semesta.

Menurut Sriono, kata “Swasti” berarti sejahtera, sedangkan “Luhur” bermakna mulia. Sementara itu, imbuhan “Ing” menunjukkan tempat atau objek, menggambarkan di mana nilai kemuliaan dan kesejahteraan itu hendaknya diwujudkan.

baca juga

Kapolri Berikan Tali Asih kepada Keluarga Komjen (Purn) Moehammad Jasin dan Veteran Seroja

Ia menjelaskan lebih dalam, bahwa banyak kata dalam bahasa Jawa Kuno atau Sansekerta memiliki dimensi makna yang bersifat spiritual. Misalnya, kata “Swarga” bukan sekadar surga, tetapi berasal dari akar kata “Swar” (cahaya) dan “Raga” (tubuh), yang berarti cahaya yang hidup di dalam tubuh manusia. Adapun “Kaswargan” bermakna sangkaning swar ing raga — perjalanan cahaya kehidupan dalam diri manusia yang terpantul di jagad nyata.

baca juga

Semarak HUT ke-80 Korps Brimob Polri, Batalyon C Pelopor Polda Aceh Gelar Donor Darah di Nagan Raya

Lebih jauh, istilah “Bhawana Bhadra” dimaknai sebagai bumi di bawah sinar rembulan, yang dalam konteks spiritual dapat pula diartikan sebagai keadaan batin yang diterangi cahaya kesadaran. Dalam versi lain, istilah “Surya Bhadra” atau “Bhawana Bhadra” juga bisa menunjuk pada nama tempat atau suasana tertentu yang menjadi ruang untuk memuliakan kehidupan.

“Makna-makna ini bukan sekadar susunan kata, melainkan paramasabda — doa dan penghormatan kepada kehidupan itu sendiri. Doa yang berlaku untuk diri, siapa pun, apa pun, dan di mana pun kita berada,” ungkap Sriono.

Melalui ungkapan “Swasti Luhur Ing Pribadi, Keluarga, Sesama, Nagara, lan Bhawana Bhadra”, Paseban Srimulih mengajak masyarakat untuk kembali pada nilai-nilai dasar kemanusiaan: menjaga kesejahteraan diri, mengasihi sesama, dan merawat bumi sebagai tempat berpijak bersama.

baca juga

Presiden Prabowo Tegaskan Pasal 33 UUD 1945 Jadi Fondasi Pembangunan Ekonomi Nasional

Pesan kebijaksanaan ini menjadi relevan di tengah kehidupan modern yang kian menjauh dari akar budaya. Sriono menegaskan bahwa memahami makna kata leluhur bukan hanya menggali sejarah bahasa, tetapi juga menelusuri jejak spiritualitas Nusantara yang berakar pada harmoni antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.

Tinggalkan Balasan

Jakarta

“Penundaan pelimpahan berkas dan tersangka Juliet Kristianto Liu dapat menjadi awal yang baik bagi Tim Reformasi Polri untuk membenahi institusi Polri. Ini kasus nyata dan sedang terjadi di depan mata publik, jadi semestinya Tim bentukan Kapolri Listyo Sigit Prabowo segera masuk membenahi Polri melalui kasus tersebut.” — Wilson Lalengke, Alumni Lemhannas RI.

Headline

Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, tiba di Osaka, Jepang, Sabtu (20/9/2025) untuk menghadiri Expo 2025 Osaka. Kehadirannya menjadi wujud nyata diplomasi Indonesia dalam memperkuat peran di forum global, serta mempromosikan inovasi, keberlanjutan, dan kerja sama internasional.”

Nasional

“Tanah adat tidak boleh dipermainkan oleh mafia tanah, pejabat, maupun pihak yang bersembunyi di balik dokumen administratif. Apa yang dilakukan Willem RN Buratehi Bewela adalah bentuk perlawanan terhadap praktik manipulasi tanah adat yang merugikan masyarakat Papua,” tegas Wilson Lalengke, alumni Lemhannas RI, menanggapi pencabutan Surat Pelepasan Hak Atas Tanah Adat Marga Bewela di Sorong.