NEWS BIDIK – SLEMAN,Dalam kebudayaan Nusantara yang sarat dengan nilai-nilai spiritual dan filosofi luhur, muncul kembali ajaran yang mengajak manusia untuk memahami arti kesejahteraan sejati melalui bahasa dan makna kata kuno. Seorang pemerhati budaya, Sriono dari Paseban Srimulih, memaknai istilah kuno “Swasti Luhur Ing Pribadi, Keluarga, Sesama, Nagara, lan Bhawana Bhadra” sebagai doa universal bagi keseimbangan hidup dan keharmonisan semesta.
Menurut Sriono, kata “Swasti” berarti sejahtera, sedangkan “Luhur” bermakna mulia. Sementara itu, imbuhan “Ing” menunjukkan tempat atau objek, menggambarkan di mana nilai kemuliaan dan kesejahteraan itu hendaknya diwujudkan.
baca juga
Kapolri Berikan Tali Asih kepada Keluarga Komjen (Purn) Moehammad Jasin dan Veteran Seroja
Ia menjelaskan lebih dalam, bahwa banyak kata dalam bahasa Jawa Kuno atau Sansekerta memiliki dimensi makna yang bersifat spiritual. Misalnya, kata “Swarga” bukan sekadar surga, tetapi berasal dari akar kata “Swar” (cahaya) dan “Raga” (tubuh), yang berarti cahaya yang hidup di dalam tubuh manusia. Adapun “Kaswargan” bermakna sangkaning swar ing raga — perjalanan cahaya kehidupan dalam diri manusia yang terpantul di jagad nyata.
baca juga
Semarak HUT ke-80 Korps Brimob Polri, Batalyon C Pelopor Polda Aceh Gelar Donor Darah di Nagan Raya
Lebih jauh, istilah “Bhawana Bhadra” dimaknai sebagai bumi di bawah sinar rembulan, yang dalam konteks spiritual dapat pula diartikan sebagai keadaan batin yang diterangi cahaya kesadaran. Dalam versi lain, istilah “Surya Bhadra” atau “Bhawana Bhadra” juga bisa menunjuk pada nama tempat atau suasana tertentu yang menjadi ruang untuk memuliakan kehidupan.
“Makna-makna ini bukan sekadar susunan kata, melainkan paramasabda — doa dan penghormatan kepada kehidupan itu sendiri. Doa yang berlaku untuk diri, siapa pun, apa pun, dan di mana pun kita berada,” ungkap Sriono.
Melalui ungkapan “Swasti Luhur Ing Pribadi, Keluarga, Sesama, Nagara, lan Bhawana Bhadra”, Paseban Srimulih mengajak masyarakat untuk kembali pada nilai-nilai dasar kemanusiaan: menjaga kesejahteraan diri, mengasihi sesama, dan merawat bumi sebagai tempat berpijak bersama.
baca juga
Presiden Prabowo Tegaskan Pasal 33 UUD 1945 Jadi Fondasi Pembangunan Ekonomi Nasional
Pesan kebijaksanaan ini menjadi relevan di tengah kehidupan modern yang kian menjauh dari akar budaya. Sriono menegaskan bahwa memahami makna kata leluhur bukan hanya menggali sejarah bahasa, tetapi juga menelusuri jejak spiritualitas Nusantara yang berakar pada harmoni antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.





















