NEWS BIDIK, Nagan Raya — Pepatah lama “harta tak kenal saudara” kembali menemukan relevansinya dalam sebuah kisah keluarga di Kabupaten Nagan Raya, Aceh. Di daerah yang dikenal dengan kekayaan alam, tambang batu giok, dan masyarakat yang menjunjung nilai kekeluargaan, sebuah perselisihan warisan justru memutus hubungan darah dan menyeret anggota keluarga ke meja hijau.Sabtu, (15/11/ 2025)
Pasangan almarhum Saino dan Karsinem, yang semasa hidup dikenal rukun dan sejahtera dengan sembilan anak, meninggalkan harta yang tidak sedikit. Setelah keduanya meninggal dunia, anak sulung mereka, Kecuk, bersama sang kakak perempuan Suwarni, memediasi pembagian harta peninggalan orang tua. Kesembilan saudara kala itu sepakat untuk menyelesaikan warisan secara damai sesuai prinsip faraidh.
Namun, kesepakatan tinggal kesepakatan. Tujuh adik Kecuk dan Suwarni disebut tidak pernah menjalankan pembagian sesuai hasil musyawarah. Harta warisan tetap berada dalam penguasaan mereka, lengkap dengan seluruh manfaat yang diperoleh dari aset tersebut. Sementara itu, Kecuk dan Suwarni hanya bisa menahan perih menyaksikan tanah pusaka orang tua seolah menjadi sumber ketegangan baru.
Upaya menanyakan kembali pelaksanaan faraidh justru memicu ketegangan. Bahasa yang dilontarkan adik-adik mereka dianggap tidak pantas, sehingga silaturahmi yang dahulu erat kini retak dan hampir lenyap. “Memanglah harta tak kenal saudara,” demikian ungkapan yang menggambarkan kondisi hubungan keluarga tersebut.
Merasa tak ada lagi ruang untuk mediasi, Kecuk dan Suwarni akhirnya menempuh jalur hukum. Mereka resmi menggugat adik-adik mereka ke Mahkamah Syar’iyah Suka Makmue, Kabupaten Nagan Raya, dengan perkara yang terdaftar pada nomor 193/Pdt.G/2025/MS.SKM. Proses mediasi yang difasilitasi pengadilan pun telah ditempuh, namun kembali menemui jalan buntu.
“Gugatan ini bukan untuk memperbesar masalah. Kami hanya ingin mendapatkan solusi yang jelas dan kepastian hukum yang berkeadilan menurut syariat, setelah semua upaya mediasi di luar maupun di dalam pengadilan gagal,” ujar Suwarni.
Di sisi lain, Kecuk menegaskan bahwa langkah hukum ini demi memastikan seluruh ahli waris mendapatkan bagian secara adil. “Kami ingin apa yang menjadi hak kita semua dibagikan sesuai hukum Islam. Jangan sampai harta peninggalan orang tua membuat sebagian orang serakah dan melukai lainnya,” ungkapnya.
Hingga berita ini diturunkan, sejumlah aset peninggalan Saino dan Karsinem telah diajukan dalam gugatan untuk dibagikan sesuai ketentuan faraidh, dengan harapan perselisihan keluarga ini dapat menemukan titik damai dan silaturahmi yang putus dapat tersambung kembali.





















