Scroll untuk baca berita
AcehNEWS-BIDIK NAGANRAYA

“Harta Warisan Pecah Silaturahmi: Kakak Gugat Adik di Nagan Raya demi Keadilan Faraidh”

4724
×

“Harta Warisan Pecah Silaturahmi: Kakak Gugat Adik di Nagan Raya demi Keadilan Faraidh”

Sebarkan artikel ini

NEWS BIDIK, Nagan Raya — Pepatah lama “harta tak kenal saudara” kembali menemukan relevansinya dalam sebuah kisah keluarga di Kabupaten Nagan Raya, Aceh. Di daerah yang dikenal dengan kekayaan alam, tambang batu giok, dan masyarakat yang menjunjung nilai kekeluargaan, sebuah perselisihan warisan justru memutus hubungan darah dan menyeret anggota keluarga ke meja hijau.Sabtu, (15/11/ 2025)

Pasangan almarhum Saino dan Karsinem, yang semasa hidup dikenal rukun dan sejahtera dengan sembilan anak, meninggalkan harta yang tidak sedikit. Setelah keduanya meninggal dunia, anak sulung mereka, Kecuk, bersama sang kakak perempuan Suwarni, memediasi pembagian harta peninggalan orang tua. Kesembilan saudara kala itu sepakat untuk menyelesaikan warisan secara damai sesuai prinsip faraidh.

Namun, kesepakatan tinggal kesepakatan. Tujuh adik Kecuk dan Suwarni disebut tidak pernah menjalankan pembagian sesuai hasil musyawarah. Harta warisan tetap berada dalam penguasaan mereka, lengkap dengan seluruh manfaat yang diperoleh dari aset tersebut. Sementara itu, Kecuk dan Suwarni hanya bisa menahan perih menyaksikan tanah pusaka orang tua seolah menjadi sumber ketegangan baru.

Upaya menanyakan kembali pelaksanaan faraidh justru memicu ketegangan. Bahasa yang dilontarkan adik-adik mereka dianggap tidak pantas, sehingga silaturahmi yang dahulu erat kini retak dan hampir lenyap. “Memanglah harta tak kenal saudara,” demikian ungkapan yang menggambarkan kondisi hubungan keluarga tersebut.

Merasa tak ada lagi ruang untuk mediasi, Kecuk dan Suwarni akhirnya menempuh jalur hukum. Mereka resmi menggugat adik-adik mereka ke Mahkamah Syar’iyah Suka Makmue, Kabupaten Nagan Raya, dengan perkara yang terdaftar pada nomor 193/Pdt.G/2025/MS.SKM. Proses mediasi yang difasilitasi pengadilan pun telah ditempuh, namun kembali menemui jalan buntu.

“Gugatan ini bukan untuk memperbesar masalah. Kami hanya ingin mendapatkan solusi yang jelas dan kepastian hukum yang berkeadilan menurut syariat, setelah semua upaya mediasi di luar maupun di dalam pengadilan gagal,” ujar Suwarni.

Di sisi lain, Kecuk menegaskan bahwa langkah hukum ini demi memastikan seluruh ahli waris mendapatkan bagian secara adil. “Kami ingin apa yang menjadi hak kita semua dibagikan sesuai hukum Islam. Jangan sampai harta peninggalan orang tua membuat sebagian orang serakah dan melukai lainnya,” ungkapnya.

Hingga berita ini diturunkan, sejumlah aset peninggalan Saino dan Karsinem telah diajukan dalam gugatan untuk dibagikan sesuai ketentuan faraidh, dengan harapan perselisihan keluarga ini dapat menemukan titik damai dan silaturahmi yang putus dapat tersambung kembali.

Tinggalkan Balasan

Aceh

Diduga proyek pembangunan TKN 15 Samatiga Aceh Barat tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Minimnya pengawasan dari pihak terkait serta sulitnya akses informasi ke publik semakin memperkuat dugaan adanya penyimpangan dalam proyek bernilai miliaran rupiah ini. Aparat Penegak Hukum (APH) diminta turun tangan mengusut tuntas agar pembangunan fasilitas pendidikan tidak dikorbankan demi kepentingan tertentu.”

Aceh

Ketua Wilter LSM GMBI Aceh, Zulfikar Z, menyoroti dugaan pengabaian putusan Mahkamah Agung RI Nomor 690 PK/Pdt/2018 oleh PT Surya Panen Subur (SPS) yang beroperasi di Desa Pulou Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. Dalam putusan tersebut, PT SPS dihukum untuk membayar ganti rugi materil sebesar Rp136,8 miliar dan melakukan pemulihan lingkungan lahan gambut terbakar seluas 1.200 hektare dengan nilai Rp302,1 miliar.
Zulfikar mendesak Pemkab Nagan Raya dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar tidak menutup mata terhadap pelaksanaan putusan ini, serta segera menempuh langkah hukum berupa eksekusi paksa atau penyitaan aset perusahaan bila PT SPS tidak patuh.
Ia juga menantang pihak perusahaan untuk membuka data pemulihan lingkungan ke publik agar transparansi terjaga dan tidak menimbulkan tanda tanya di masyarakat.

Aceh

Dugaan penyerobotan lahan oleh PT KIM di Nagan Raya kembali memicu kemarahan warga. Meski Rapat Dengar Pendapat telah digelar di DPRK, aksi perusakan tanaman dan pembongkaran pondok milik masyarakat terus terjadi. Warga menilai perusahaan bertindak semena-mena dan mengabaikan kewajiban HGU, sementara pemerintah daerah dan DPRK terkesan tak berdaya menghadapi pengusaha perkebunan besar.”

Aceh

“Strategi Green Policing bukan hanya soal menindak pelaku tambang ilegal, tetapi menyelamatkan masa depan Aceh. Kami mengajak seluruh masyarakat menjadi bagian dari gerakan hijau ini — laporkan, tolak, dan hentikan aktivitas tambang liar demi lingkungan yang lestari,” tegas Kapolda Aceh Irjen Pol. Marzuki Ali Basyah.