Konflik agraria di Nagan Raya diduga tidak kunjung selesai karena aparat penegak hukum terkesan tak berdaya menghadapi dominasi perusahaan perkebunan sawit. Warga menilai hak mereka dirampas, sementara keadilan hukum seolah berpihak kepada pengusaha.”
KonflikAgraria

Konflik Agraria Papua: Tanah Adat dan Jejak Mafia Tanah di Sorong
“Tanah adat tidak boleh dipermainkan oleh mafia tanah, pejabat, maupun pihak yang bersembunyi di balik dokumen administratif. Apa yang dilakukan Willem RN Buratehi Bewela adalah bentuk perlawanan terhadap praktik manipulasi tanah adat yang merugikan masyarakat Papua,” tegas Wilson Lalengke, alumni Lemhannas RI, menanggapi pencabutan Surat Pelepasan Hak Atas Tanah Adat Marga Bewela di Sorong.

Perusahaan Sawit Diduga Abaikan Kewajiban Plasma, DPRK dan Aparat Hukum Diminta Tidak Tutup Mata
Kalau plasma saja tidak diberikan, lalu apa kontribusi nyata perusahaan kepada rakyat? Jangan sampai tanah-tanah ini hanya jadi ladang subur untuk korporasi, sementara masyarakat tetap terpinggirkan.

Diduga menerapkan Praktek Mafia Tanah, PT KIM Kembali Hancurkan Tanaman Warga.
Kami masyarakat miskin tidak pernah ada yang membela, karena kami memang tidak mampu membiayai mereka. Kami hanya ingin tanah kami diakui, bukan dirampas,” — Saiful, petani sawit di Gampong Bumi Sari.

Diduga DPRK, Bupati, dan Dinas Terkait Hanya Formalitas Membela Masyarakat: Penyerobotan oleh Perusahaan Tak Kunjung Diselesaikan
Janji politik hanya tinggal kata-kata. Di Nagan Raya, rakyat merasa masih dijajah, bukan oleh bangsa asing, melainkan oleh sistem lemah yang membiarkan korporasi merampas tanah ulayat tanpa sanksi. DPRK, Bupati, dan dinas terkait dinilai hanya formalitas membela masyarakat.

Diduga Libatkan Mafia Tanah, PT KIM Serobot Kebun Warga di Nagan Raya
“Kami tidak pernah dilibatkan, apalagi diberitahu. Tiba-tiba tanah kami masuk dalam klaim HGU perusahaan. Ini jelas perampasan,” — Warga Babah Rot
Tidak Ada Postingan Lagi.
Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.