Scroll untuk baca berita
Kepulauan RiauNasionalPeristiwaRiau

Aliansi Indonesia Desak Gubernur dan Kapolda Riau Usut Perusakan 76 Hektare Kebun Sawit Warga di Bengkalis

2882
×

Aliansi Indonesia Desak Gubernur dan Kapolda Riau Usut Perusakan 76 Hektare Kebun Sawit Warga di Bengkalis

Sebarkan artikel ini

NEWSBIDIK,-BENGKALIS – Lembaga Aliansi Indonesia mendesak Gubernur Riau dan Kapolda Riau untuk segera mengusut secara tuntas kasus dugaan perusakan kebun kelapa sawit milik warga seluas 76 hektare di Kampung D.30, Desa Bumbung, Kecamatan Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.

Riduan Sitinjak (63), salah seorang tokoh masyarakat setempat, mengungkapkan bahwa hingga kini terdapat lima unit alat berat jenis excavator yang masih beroperasi dan diduga kuat telah merusak tanaman sawit milik 21 warga. Aktivitas alat berat itu, menurutnya, dilakukan tanpa izin resmi dan berada di wilayah sensitif yang dipenuhi pipa migas dan gudang bahan peledak milik Pertamina Hulu Rokan.

“Kami minta pihak Pertamina Hulu Rokan segera menghentikan operasi alat berat itu karena berpotensi membahayakan fasilitas migas nasional. Selain tanpa izin dari pihak desa, aparat kepolisian maupun Pertamina, aktivitas ini sudah sangat meresahkan warga,” kata Riduan saat diwawancara, Senin (28/7/2025).

Ancaman dan Intimidasi Terhadap Warga

Edison Matondang (34), salah satu korban, menceritakan bahwa ia telah menggarap lahan seluas 6 hektare sejak tahun 2016. Namun pada Maret 2025, lahan miliknya dirusak oleh kelompok yang dipimpin oleh seseorang bernama Renno. Ia juga mengaku mendapat intimidasi dari orang-orang yang mengklaim sebagai anggota Polda Riau.

“Orang yang mengaku dari Polda itu menekan dada saya sambil berkata: ‘Kenapa kamu halangi anggota saya bekerja? Lahan ini sudah saya beli dari Renno,’” kata Edison dengan nada getir, mengenang kejadian yang terjadi Selasa (22/7/2025).

Edison menyebut bahwa ia sempat mencapai kesepakatan ganti rugi dengan pihak bernama Fahmi—yang disebut sebagai kontraktor alat berat kelompok Renno—senilai Rp29,9 juta. Namun hingga kini, ia baru menerima Rp7 juta secara bertahap, sedangkan seluruh pohon sawitnya sudah digusur habis.

“Waktu saya menagih sisa pembayaran, Fahmi malah bilang: kalau abang tidak mau terima uang Rp7 juta itu, maka lahan dan uangnya akan kami ambil,” ucap Edison.

Diduga Libatkan Mafia Tanah dan Surat Palsu

Agustinus Petrus Gultom, S.H., perwakilan Lembaga Aliansi Indonesia, mengungkapkan bahwa laporan resmi sudah dilayangkan ke Polsek Mandau hingga ke Polda Riau. Ia menyayangkan lambannya penanganan dan menduga adanya keterlibatan jaringan mafia tanah.

“Sejumlah pelaku kerap mengklaim lahan tersebut sebagai tanah adat dengan menggunakan surat yang diduga palsu. Modus mereka tidak hanya intimidasi, tetapi juga membodohi warga dengan menjual surat adat palsu hingga puluhan juta rupiah per hektare,” ungkap Agus Gultom.

Ia menambahkan, para korban telah dijanjikan ganti rugi Rp500 ribu per pohon, namun hingga kini tak satupun yang terealisasi. Bahkan, batang sawit yang sudah ditebang dikubur guna menghilangkan jejak kejahatan.

Desakan Penegakan Hukum

Agus Gultom secara tegas meminta Gubernur Riau dan Kapolda Riau untuk segera bertindak. Ia menekankan bahwa jika dibiarkan, konflik agraria di Kampung D.30 Bengkalis bisa berkembang menjadi masalah sosial yang lebih luas.

“Para pelaku ini sudah pernah ditahan karena menggarap lahan di dekat gudang handak, tapi kemudian dilepas entah karena alasan apa. Kini warga hanya bisa menunggu keadilan yang tak kunjung datang,” tegasnya.

Menurut Gultom, aparat hukum harus bertindak adil dan tidak membiarkan praktik mafia tanah berkeliaran atas nama ‘putra daerah’ yang justru merugikan masyarakat lokal.

“Negara tidak boleh kalah. Penegakan hukum adalah benteng terakhir rakyat. Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan karena hukum hanya tajam ke bawah,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan