Scroll untuk baca berita
Aceh

Diduga Serobot Lahan Warga, PT KIM Abaikan Aturan HGU – DPRK dan Pemkab Dinilai Tak Berdaya

4072
×

Diduga Serobot Lahan Warga, PT KIM Abaikan Aturan HGU – DPRK dan Pemkab Dinilai Tak Berdaya

Sebarkan artikel ini

NEWS BIDIK, Nagan Raya, Aceh  Konflik lahan antara warga dan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Kharisma Iskandar Muda (PT KIM) di Kabupaten Nagan Raya kembali mencuat. Dugaan perusakan kebun milik warga serta pembongkaran pondok di Kecamatan Beutong terus terjadi, meski sebelumnya sudah digelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Aula DPRK. Hingga kini, masyarakat belum merasakan adanya tindakan konkret yang berpihak pada mereka (11/10/2025).

baca juga

Presiden Prabowo Tegaskan Pasal 33 UUD 1945 Jadi Fondasi Pembangunan Ekonomi Nasional

Banyak pihak menilai perusahaan ini seolah memiliki kuasa lebih besar dibanding pemerintah daerah, sehingga berani mengabaikan aturan terkait Hak Guna Usaha (HGU).

Salah satu warga Desa Gunong Pungki, Kecamatan Tadu Raya, Said Adnan, mengaku tanaman dan gubuknya dirusak oleh pihak perusahaan. Ia menduga aksi tersebut dilakukan secara sepihak oleh PT KIM tanpa musyawarah dengan pemilik lahan.

Padahal, sesuai ketentuan perundang-undangan mengenai HGU, perusahaan memiliki kewajiban jelas terhadap masyarakat sekitar. Beberapa di antaranya:

baca juga

Presiden Prabowo Resmikan 80 Ribu Koperasi Desa Merah Putih, Simbol Kebangkitan Ekonomi Rakyat

Hak Masyarakat dan Kewajiban Pemegang HGU

Akses bagi warga:

Jika di dalam area HGU terdapat lahan milik masyarakat, perusahaan wajib memberi akses jalan atau aliran air.

Fasilitasi kebun masyarakat:

Untuk lahan perkebunan, minimal 20% dari total luas HGU harus difasilitasi menjadi kebun masyarakat sekitar.

Kewajiban umum pemegang HGU:

Mengusahakan tanah sesuai peruntukannya (perkebunan/pertanian/perikanan/peternakan) dalam waktu maksimal dua tahun sejak hak diberikan.

Menjaga lingkungan dan mencegah kerusakan serta menjaga fungsi konservasi bila ada dalam wilayah HGU.

Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dalam areal HGU.

Mematuhi tata ruang sesuai rencana pemanfaatan wilayah.

Membayar pajak dan kewajiban lainnya sesuai aturan yang berlaku.

Melaporkan penggunaan lahan setiap tahun kepada negara.

Mengembalikan lahan kepada negara bila masa berlaku HGU berakhir.

Desakan Terhadap APH

Masyarakat meminta Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan dan mengusut tuntas dugaan pelanggaran ini. Mereka menilai PT KIM bertindak seolah kebal hukum dan dilindungi oleh oknum tertentu, sehingga warga selalu berada di posisi lemah di mata hukum di Kabupaten Nagan Raya.

Tinggalkan Balasan

Aceh

Petani menjadi tersangka, sementara perusahaan perkebunan diduga kebal hukum. Manipulasi HGU yang melibatkan oknum BPN/ATR harus diusut tuntas demi keadilan masyarakat Padang Panyang.”

“Sudah puluhan tahun perusahaan berkuasa, tetapi hak rakyat tak pernah benar-benar merdeka. Presiden Prabowo diharapkan turun tangan menegakkan keadilan agraria di Nagan Raya.”

“Program plasma 20 persen hanya tinggal formalitas. Sampai hari ini tidak satu pun petani menikmati hasilnya.”

“Kami meminta APH tidak menutup mata. Mafia tanah harus dihentikan, bukan rakyat yang dijadikan tumb

Aceh

Diduga proyek pembangunan TKN 15 Samatiga Aceh Barat tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Minimnya pengawasan dari pihak terkait serta sulitnya akses informasi ke publik semakin memperkuat dugaan adanya penyimpangan dalam proyek bernilai miliaran rupiah ini. Aparat Penegak Hukum (APH) diminta turun tangan mengusut tuntas agar pembangunan fasilitas pendidikan tidak dikorbankan demi kepentingan tertentu.”

Aceh

Ketua Wilter LSM GMBI Aceh, Zulfikar Z, menyoroti dugaan pengabaian putusan Mahkamah Agung RI Nomor 690 PK/Pdt/2018 oleh PT Surya Panen Subur (SPS) yang beroperasi di Desa Pulou Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. Dalam putusan tersebut, PT SPS dihukum untuk membayar ganti rugi materil sebesar Rp136,8 miliar dan melakukan pemulihan lingkungan lahan gambut terbakar seluas 1.200 hektare dengan nilai Rp302,1 miliar.
Zulfikar mendesak Pemkab Nagan Raya dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar tidak menutup mata terhadap pelaksanaan putusan ini, serta segera menempuh langkah hukum berupa eksekusi paksa atau penyitaan aset perusahaan bila PT SPS tidak patuh.
Ia juga menantang pihak perusahaan untuk membuka data pemulihan lingkungan ke publik agar transparansi terjaga dan tidak menimbulkan tanda tanya di masyarakat.