NEWS-BIDIK, Nagan Raya – Konflik agraria kembali mencuat di Kabupaten Nagan Raya, Aceh. PT Kharisma Iskandar Muda (KIM) diduga telah melakukan penyerobotan kebun milik warga di kawasan Gampong Babah Rot, Blang Tadu, dan Rambong. Warga menuding perusahaan merampas lahan yang telah digarap secara turun-temurun, dengan dalih memiliki hak guna usaha (HGU) yang diterbitkan secara sepihak dan tanpa verifikasi lapangan. Rabu, (6/82025).
Baca Juga
Diduga Proyek Irigasi Jeuram Tak Transparan, Puluhan Petani Kuala Nagan Raya Tuntut Kepastian
Menurut sejumlah warga, perambahan dilakukan secara sistematis dengan menggunakan alat berat. Kebun-kebun produktif milik masyarakat—yang sebagian besar merupakan sumber utama penghidupan keluarga—diratakan begitu saja tanpa ada sosialisasi atau proses ganti rugi.
Kami tidak pernah dilibatkan, apalagi diberitahu. Tiba-tiba tanah kami masuk dalam klaim HGU perusahaan. Ini jelas perampasan,” ujar seorang warga Babah Rot yang enggan disebut namanya karena alasan keamanan.
Yang lebih mengejutkan, menurut informasi dari warga dan sejumlah tokoh gampong, penerbitan HGU tersebut diduga dilakukan “di atas meja” tanpa melalui survei atau validasi lapangan yang semestinya. Proses ini diduga kuat difasilitasi oleh jaringan mafia tanah yang selama ini bermain di sektor perkebunan besar di Aceh.
Ini bukan sekadar konflik tanah biasa. Ada indikasi kuat permainan mafia tanah yang menerbitkan HGU tanpa kroscek lokasi. Pemerintah harus turun tangan, karena ini mencederai rasa keadilan masyarakat,” tegas Sabri, tokoh masyarakat Blang Tadu.
Sementara itu, pemerintah daerah hingga kini belum mengambil langkah nyata untuk menyelesaikan konflik tersebut. Masyarakat telah melaporkan kejadian ini ke aparat desa, kecamatan, bahkan ke tingkat kabupaten. Namun belum ada kejelasan arah penyelesaian, sehingga ketegangan kian meningkat.
Kami minta Presiden, Menteri ATR/BPN, dan Komisi II DPR RI membuka mata. Banyak konflik di Aceh berasal dari HGU lama yang penuh cacat hukum dan manipulasi. Kalau ini dibiarkan, bisa berujung pada konflik horizontal,” tambah seorang aktivis agraria di kawasan Barat Selatan Aceh.
Pihak PT KIM hingga berita ini dirilis belum memberikan tanggapan resmi. Awak media telah berupaya menghubungi manajemen perusahaan, namun tidak ada respons.
Baca Juga
Konflik ini menjadi potret buram tata kelola agraria di Indonesia, khususnya di Aceh, di mana rakyat kecil kerap menjadi korban atas nama investasi dan ekspansi perusahaan besar. Kasus ini menuntut respons cepat dan tegas dari aparat penegak hukum serta komitmen politik dari pemimpin daerah untuk berpihak pada keadilan dan hak rakyat.























Respon (1)