Scroll untuk baca berita
Hukum & KriminalJawa Barat

Jurnalis TeropongRakyat Dianiaya Saat Meliput di Karawang, Kebebasan Pers Terancam

919
×

Jurnalis TeropongRakyat Dianiaya Saat Meliput di Karawang, Kebebasan Pers Terancam

Sebarkan artikel ini

NEWS-BIDIK, Karawang, Jawa Barat – Insiden kekerasan terhadap jurnalis kembali mencoreng wajah kebebasan pers di Indonesia. Riandi Hartono, wartawan media TeropongRakyat.co, menjadi korban pengeroyokan brutal saat menjalankan tugas peliputan terkait dugaan peredaran obat-obatan terlarang di wilayah Karawang Barat, Senin siang (4/8/2025).

Peristiwa terjadi di sebuah toko di Jalan Singasari, Karawang Kulon, ketika Riandi mencoba mewawancarai pemilik toko yang diduga terlibat dalam penjualan obat keras golongan G tanpa izin. Namun upaya jurnalistik tersebut berujung kekerasan. Riandi diduga diserang oleh pemilik toko berinisial ADI, bersama sejumlah preman yang disebut-sebut mendapat backing dari oknum aparat TNI berinisial A-N.

Akibat insiden itu, Riandi mengalami luka fisik berupa lecet di bagian punggung, luka berdarah pada paha dan kaki, serta nyeri di kepala. Ia telah melaporkan kejadian ini secara resmi ke Polres Karawang, Polda Jawa Barat, guna mendapat perlindungan hukum dan keadilan.

Pimpinan Redaksi TeropongRakyat.co, Rocky, bersama Pimpinan Redaksi MediaAktivisIndonesia.com, Herry Setiawan, mengecam keras tindakan kekerasan ini. Keduanya meminta aparat penegak hukum, khususnya Kapolres Karawang dan Kapolda Jawa Barat, untuk bertindak tegas terhadap para pelaku sesuai pasal 351 dan 170 KUHP tentang penganiayaan dan pengeroyokan.

“Apa yang menimpa saudara Riandi adalah bentuk nyata ancaman terhadap kemerdekaan pers yang dijamin dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers serta Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Kami tidak akan tinggal diam. Penegak hukum harus segera menangkap dan memproses para pelaku secara hukum,” tegas Herry.

Ia juga menegaskan bahwa wartawan memiliki landasan hukum kuat dalam menjalankan tugasnya. Kekerasan terhadap jurnalis bukan hanya pelanggaran terhadap individu, tetapi juga bentuk serangan terhadap hak publik atas informasi.

Kekhawatiran serupa juga disampaikan oleh pakar komunikasi dari Universitas Padjadjaran, Dr. Nina Kurniasari. Ia menilai insiden tersebut sebagai ancaman serius terhadap ekosistem pers di tanah air.

“Jika jurnalis tidak merasa aman dalam bekerja, maka hak publik terhadap informasi juga ikut terancam. Negara harus hadir untuk memberikan jaminan perlindungan bagi para jurnalis,” ujarnya.

Di sisi lain, dugaan aktivitas ilegal berupa peredaran obat-obatan keras tanpa izin edar yang menjadi fokus liputan Riandi merupakan tindak pidana serius. Berdasarkan Pasal 435 UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, serta Pasal 197 UU No. 36 Tahun 2009, pelaku dapat dijerat dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp1,5 miliar.

Kasus ini menjadi peringatan keras akan pentingnya penegakan hukum yang adil bagi semua warga negara, serta urgensi perlindungan terhadap insan pers dalam menjalankan fungsinya sebagai pilar keempat demokrasi.

Masyarakat dan komunitas pers kini menaruh harapan besar pada pihak kepolisian untuk mengusut kasus ini secara cepat, transparan, dan tuntas demi menegakkan keadilan dan menjamin kebebasan pers di Indonesia.