NEWSBIDIK, NAGAN RAYA, ACEH — Kinerja Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Tanah kembali dipertanyakan. Di tengah maraknya dugaan pelanggaran Hak Guna Usaha (HGU) oleh perusahaan-perusahaan perkebunan besar di Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, kehadiran Satgas dinilai tak menunjukkan taring. Padahal, kawasan ini dikenal sebagai salah satu wilayah dengan konflik agraria tertinggi di Aceh.Minggu, (27/7/2025).
Salah satu sorotan utama adalah kasus dugaan perubahan status lahan HGU milik PT Usaha Semesta Jaya (USJ) menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama individu. Proses alih status ini diduga menyalahi aturan, karena tidak melalui mekanisme pelepasan HGU dan redistribusi tanah kepada masyarakat sebagaimana diatur dalam undang-undang pertanahan yang berlaku.
Namun PT USJ bukan satu-satunya. Hampir seluruh perusahaan pemegang HGU di wilayah Nagan Raya disebut belum merealisasikan kewajiban pembangunan kebun plasma untuk masyarakat. Padahal, ketentuan ini telah diatur dalam Peraturan Menteri ATR/BPN No. 7 Tahun 2017 serta Peraturan Menteri Pertanian No. 98 Tahun 2013, yang mewajibkan minimal 20 persen dari luas HGU disediakan untuk kebun plasma.
“Hampir semua perusahaan sawit besar di Nagan Raya tidak membangun plasma. Ini bukan hanya pelanggaran administratif, tapi juga bentuk pengabaian terhadap hak-hak masyarakat lokal,” tegas Dedek PDP, seorang pemerhati agraria di wilayah tersebut.
Kritik juga datang dari tokoh masyarakat Nanda. Ia menilai lemahnya pengawasan pemerintah dan kecenderungan aparat berpihak kepada korporasi menjadi penyebab utama pembiaran pelanggaran ini terus berlangsung. Nanda mendesak agar Satgas tidak hanya tampil dalam baliho atau papan nama di kantor-kantor, tapi benar-benar hadir dan bertindak di lapangan.
“Kalau tidak berani bertindak atas pelanggaran sebesar ini, sebaiknya Satgas dibubarkan saja. Ini bukan sekadar soal kepemilikan lahan, tapi menyangkut keadilan bagi rakyat,” ujarnya.
Tak hanya soal plasma, laporan juga menyebut sejumlah perusahaan telah menelantarkan ribuan hektare lahan HGU. Namun hingga kini belum ada langkah tegas dari Badan Pertanahan Nasional (BPN)/ATR, baik berupa pencabutan izin maupun redistribusi lahan. Ironisnya, sebagian lahan yang tidak digarap justru kini beralih status menjadi SHM atas nama oknum tertentu.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari Satgas Mafia Tanah, BPN/ATR, maupun pihak perusahaan terkait.
Masyarakat Nagan Raya berharap Bupati yang saat ini menjabat dapat menunjukkan keberpihakan yang nyata terhadap rakyat. Mereka tak ingin janji-janji kampanye hanya menjadi slogan tanpa bukti, sebagaimana terjadi pada kepemimpinan sebelumnya.
“Sudah saatnya pemerintah hadir membela masyarakat, bukan hanya korporasi. Rakyat butuh keadilan yang benar-benar dirasakan, bukan janji di atas panggung,” tutup Nanda.