Scroll untuk baca berita
AcehNEWS-BIDIK NAGANRAYA

Warga Pante Ara Nagan Raya Desak Pemerintah Perbaiki Jalan Desa yang Terbengkalai

251
×

Warga Pante Ara Nagan Raya Desak Pemerintah Perbaiki Jalan Desa yang Terbengkalai

Sebarkan artikel ini

NEWS-BIDIK//Nagan Raya, Aceh – Warga Desa Pante Ara, Kecamatan Beutong, Kabupaten Nagan Raya, kembali menyuarakan keprihatinan mereka terhadap kondisi jalan utama desa yang rusak dan belum tersentuh pembangunan selama bertahun-tahun. Jalan sepanjang kurang lebih 3,5 kilometer tersebut menjadi akses vital bagi aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat.

Minimnya perhatian dari pemerintah daerah, provinsi, maupun dinas terkait, membuat warga merasa terabaikan. Hal ini diungkapkan langsung oleh warga saat ditemui tim liputan khusus media perwakilan Aceh pada Jumat (30/5/2025).

“Kami sudah terlalu lama menunggu. Jalan ini satu-satunya akses ekonomi dan transportasi kami. Harapannya, pemerintah melihat kondisi ini secara langsung,” ujar salah satu warga yang enggan disebut namanya.

Jalan yang dimaksud menghubungkan Pante Ara menuju Menasah Dayah serta Desa Ujong Blang. Selain menjadi jalur utama warga desa, jalan ini juga penting bagi kelancaran distribusi hasil pertanian dan aktivitas pendidikan.

Kepala Desa Pante Ara, M. Yusuf, menyampaikan harapan besar kepada pemerintah. “Kami sangat berharap agar pemerintah kabupaten, provinsi, dan dinas terkait segera menindaklanjuti permintaan warga ini. Jalan ini sangat vital untuk masyarakat kami,” ujarnya.

Masyarakat berharap perhatian yang sama seperti yang diterima oleh desa-desa lain dalam hal pembangunan infrastruktur. Mereka mendesak Gubernur Aceh dan pihak terkait untuk segera turun tangan dan melihat langsung kondisi jalan tersebut.

Dengan adanya sorotan dari media dan permintaan langsung dari masyarakat, warga berharap pemerintah tidak lagi menutup mata terhadap kebutuhan dasar ini. Infrastruktur jalan yang layak bukan hanya soal kenyamanan, tapi juga kebutuhan mendesak demi keberlangsungan ekonomi dan pendidikan di desa mereka.

Tinggalkan Balasan

Aceh

Petani menjadi tersangka, sementara perusahaan perkebunan diduga kebal hukum. Manipulasi HGU yang melibatkan oknum BPN/ATR harus diusut tuntas demi keadilan masyarakat Padang Panyang.”

“Sudah puluhan tahun perusahaan berkuasa, tetapi hak rakyat tak pernah benar-benar merdeka. Presiden Prabowo diharapkan turun tangan menegakkan keadilan agraria di Nagan Raya.”

“Program plasma 20 persen hanya tinggal formalitas. Sampai hari ini tidak satu pun petani menikmati hasilnya.”

“Kami meminta APH tidak menutup mata. Mafia tanah harus dihentikan, bukan rakyat yang dijadikan tumb

Aceh

Diduga proyek pembangunan TKN 15 Samatiga Aceh Barat tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Minimnya pengawasan dari pihak terkait serta sulitnya akses informasi ke publik semakin memperkuat dugaan adanya penyimpangan dalam proyek bernilai miliaran rupiah ini. Aparat Penegak Hukum (APH) diminta turun tangan mengusut tuntas agar pembangunan fasilitas pendidikan tidak dikorbankan demi kepentingan tertentu.”

Aceh

Ketua Wilter LSM GMBI Aceh, Zulfikar Z, menyoroti dugaan pengabaian putusan Mahkamah Agung RI Nomor 690 PK/Pdt/2018 oleh PT Surya Panen Subur (SPS) yang beroperasi di Desa Pulou Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. Dalam putusan tersebut, PT SPS dihukum untuk membayar ganti rugi materil sebesar Rp136,8 miliar dan melakukan pemulihan lingkungan lahan gambut terbakar seluas 1.200 hektare dengan nilai Rp302,1 miliar.
Zulfikar mendesak Pemkab Nagan Raya dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar tidak menutup mata terhadap pelaksanaan putusan ini, serta segera menempuh langkah hukum berupa eksekusi paksa atau penyitaan aset perusahaan bila PT SPS tidak patuh.
Ia juga menantang pihak perusahaan untuk membuka data pemulihan lingkungan ke publik agar transparansi terjaga dan tidak menimbulkan tanda tanya di masyarakat.

Aceh

Dugaan penyerobotan lahan oleh PT KIM di Nagan Raya kembali memicu kemarahan warga. Meski Rapat Dengar Pendapat telah digelar di DPRK, aksi perusakan tanaman dan pembongkaran pondok milik masyarakat terus terjadi. Warga menilai perusahaan bertindak semena-mena dan mengabaikan kewajiban HGU, sementara pemerintah daerah dan DPRK terkesan tak berdaya menghadapi pengusaha perkebunan besar.”