Scroll untuk baca berita
PeristiwaSemarang

Diduga Belum Kantongi Izin PBG dan KRK, Proyek Bangunan PT KAI di Semarang Terus Berjalan

1960
×

Diduga Belum Kantongi Izin PBG dan KRK, Proyek Bangunan PT KAI di Semarang Terus Berjalan

Sebarkan artikel ini

NEWS BIDIK, Semarang — Proyek pembangunan gedung milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) di Jalan Satria Abimanyu No. 37, Kelurahan Plombokan, Kecamatan Semarang Utara, diduga belum mengantongi izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Keterangan Rencana Kota (KRK). Padahal, kedua dokumen tersebut merupakan syarat wajib sebelum pelaksanaan pembangunan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan informasi yang diperoleh wartawan di lapangan, Dinas Penataan Ruang Kota Semarang sebelumnya telah mengirimkan surat teguran pertama kepada pihak PT KAI dengan Nomor 640/K2-059/VIII/2025 tertanggal 12 Agustus 2025. Surat tersebut ditandatangani oleh almarhum Mohamad Irwansyah, S.T., M.T., selaku pejabat Dinas Penataan Ruang.

Isi surat itu menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan lapangan pada 7 Agustus 2025 menunjukkan pihak pemilik bangunan belum dapat menunjukkan dokumen izin PBG. Dalam surat teguran tersebut, pemilik bangunan diminta hadir di kantor Dinas Penataan Ruang untuk melakukan klarifikasi dan membawa bukti kepemilikan tanah.

Namun, hingga berita ini diterbitkan, pembangunan di lokasi tersebut masih terus berjalan, dan belum ada tindakan penghentian sementara dari pihak terkait. Kondisi ini menimbulkan tanda tanya di kalangan masyarakat: mengapa kegiatan pembangunan tetap dibiarkan berlangsung tanpa izin lengkap?

Sementara itu, hingga kini pihak Dinas Penataan Ruang Kota Semarang dan manajemen PT KAI belum memberikan keterangan resmi saat dikonfirmasi awak media melalui surat maupun pesan elektronik.

Dasar Hukum dan Dugaan Pelanggaran

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Bangunan Gedung, setiap orang atau badan hukum dilarang mendirikan bangunan tanpa memiliki PBG yang diterbitkan oleh pemerintah daerah.

Adapun ketentuan lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 24 ayat (1) PP No. 16 Tahun 2021, yang menyatakan:

Setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung wajib memiliki Persetujuan Bangunan Gedung.”

Apabila ketentuan tersebut dilanggar, Pasal 45 ayat (2) PP No. 16 Tahun 2021 memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk melakukan penghentian sementara kegiatan pembangunan serta penertiban bangunan gedung.

Selain itu, dalam konteks etika pemerintahan, keterlambatan atau pembiaran terhadap pelanggaran izin mendirikan bangunan dapat melanggar prinsip asas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan akuntabel sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Persamaan di Hadapan Hukum

Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

Dengan demikian, penegakan aturan terhadap pembangunan tanpa izin seharusnya berlaku sama bagi semua pihak baik individu, perusahaan swasta, maupun badan usaha milik negara seperti PT KAI.

Kasus dugaan pelanggaran izin pembangunan di Jalan Satria Abimanyu No. 37 ini menjadi sorotan publik, terutama karena menyangkut kredibilitas lembaga pemerintah dalam menegakkan aturan tata ruang dan perizinan bangunan di Kota Semarang.

Masyarakat berharap, pemerintah daerah melalui Dinas Penataan Ruang dan Satpol PP Kota Semarang segera menindaklanjuti temuan tersebut secara profesional, transparan, dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Tinggalkan Balasan

Jawa Tengah

Proyek drainase senilai Rp11,7 miliar di Kawasan Dempel, Muktiharjo Kidul, Semarang menuai sorotan. Selain tidak memasang papan informasi proyek, pelaksana diduga memasang UDitch tanpa lantai kerja di atas genangan air. Praktik ini jelas bertentangan dengan standar teknis konstruksi dan berpotensi menurunkan kualitas bangunan. Dengan selisih anggaran mencapai Rp3,39 miliar dari pagu awal, publik berhak mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan proyek tersebut.”

Jawa Tengah

“Perlu kami tegaskan, sampai saat ini tidak pernah ada dan tidak akan pernah ada perdamaian antara klien kami, dr. Astra, dengan saudara terduga pelaku, Mds. Tindakan yang dilakukan telah mencederai harkat, martabat, dan kehormatan profesi kedokteran yang seharusnya mendapat perlindungan dari segala bentuk kekerasan,” — dr. Hansen, S.Ked., S.H., M.H., Kuasa Hukum dr. Astra