Scroll untuk baca berita
Jawa Tengah

Pemerintah Tegaskan Larangan Penjualan LPG Bersubsidi Tanpa Izin, Dugaan Keterlibatan Oknum Aparat Disorot

2859
×

Pemerintah Tegaskan Larangan Penjualan LPG Bersubsidi Tanpa Izin, Dugaan Keterlibatan Oknum Aparat Disorot

Sebarkan artikel ini

NEWS BIDIK, Sukoharjo — Pemerintah menegaskan kembali larangan keras terhadap praktik penjualan LPG 3 kilogram (kg) bersubsidi tanpa izin resmi. Kebijakan ini akan berlaku efektif mulai 1 Februari 2025, di mana penjualan hanya diperbolehkan melalui pangkalan atau penyalur resmi di bawah naungan Pertamina.

Langkah tersebut bertujuan untuk memastikan distribusi gas bersubsidi tepat sasaran, terutama bagi rumah tangga kurang mampu dan pelaku usaha mikro. Pemerintah menilai masih banyak ditemukan praktik penjualan ilegal yang dapat menyebabkan kelangkaan pasokan dan permainan harga di tingkat pengecer.

Selain menjamin ketepatan distribusi, kebijakan ini juga ditujukan untuk memperkuat pengawasan terhadap penyaluran LPG bersubsidi agar benar-benar diterima oleh kelompok masyarakat yang berhak. Pembatasan jalur distribusi diharapkan dapat mencegah penyalahgunaan subsidi serta praktik jual beli di atas harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan.

Berdasarkan laporan warga, tim media melakukan penelusuran di sebuah lokasi yang diduga menjadi gudang penyimpanan LPG 3 kg dan 12 kg tanpa izin di Desa Gedangan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.

Saat tiba di lokasi, tim menemukan adanya aktivitas bongkar muat tabung LPG dalam jumlah besar. Di tempat itu, tim bertemu dengan seseorang bernama Deni, yang mengaku sebagai pemilik gudang sekaligus anggota Polresta Surakarta bagian Reserse Narkoba (Resnarkoba).

Deni menyampaikan bahwa usaha tersebut dimiliki oleh istrinya dan menyatakan bahwa warga sekitar tidak terganggu dengan kegiatan di lokasi tersebut.

Namun, hasil pengamatan di lapangan menunjukkan tidak adanya plang resmi agen elpiji Pertamina, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai legalitas operasional tempat tersebut. Dugaan pelanggaran ini mendapat perhatian serius karena diduga melibatkan oknum aparat penegak hukum.

Pemerintah bersama Pertamina menegaskan akan menindak tegas siapa pun yang terlibat dalam praktik penjualan LPG ilegal, termasuk jika pelaku berasal dari kalangan aparat.

Sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dapat dijatuhkan langsung oleh Pertamina. Sementara itu, untuk pelanggaran yang lebih berat, penegakan hukum akan dilakukan berdasarkan:

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, serta

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Pelanggar dapat dijerat dengan pidana penjara hingga enam tahun dan denda mencapai puluhan miliar rupiah. Bila terbukti melibatkan aparat penegak hukum, sanksi tambahan berupa hukuman disipliner hingga pemberhentian tidak hormat akan diterapkan sesuai peraturan internal Kepolisian Republik Indonesia.

Untuk dapat beroperasi secara sah, pelaku usaha wajib terdaftar sebagai agen atau pangkalan resmi Pertamina dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. Memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui sistem Online Single Submission (OSS).

2. Melakukan pendaftaran kemitraan daring di situs resmi kemitraan Pertamina.

3. Melengkapi dokumen administrasi seperti KTP, NPWP, bukti kepemilikan/sewa lahan, dan rekening bank aktif.

Dengan memenuhi syarat tersebut, pelaku usaha dapat beroperasi secara legal sekaligus mendukung upaya pemerintah menjaga agar distribusi LPG bersubsidi tetap aman, tepat sasaran, dan bebas dari praktik penyimpangan.

Pemerintah menegaskan bahwa penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan transparan tanpa pandang bulu. Publik berhak mengetahui proses hukum secara terbuka, terutama bila benar terdapat keterlibatan aparat dalam praktik penjualan ilegal.

Langkah tegas ini diharapkan menjadi peringatan keras bagi semua pihak agar tidak mempermainkan distribusi LPG 3 kg bersubsidi yang sejatinya diperuntukkan bagi masyarakat kecil.

Tinggalkan Balasan

Jawa Tengah

Polemik antara warga Desa Damarjati dan pemerintah desa mencuat setelah Agos Alesta menyampaikan kritik terbuka terkait kedisiplinan aparatur dan dugaan masalah administrasi. Pemerintah desa membantah tuduhan tersebut dan menilai aksi itu dilakukan tanpa konfirmasi. Kedua pihak kini saling memberi klarifikasi, sementara masyarakat menunggu langkah mediasi agar konflik tidak melebar.

Demak

Material hasil normalisasi Sungai Jragung adalah aset negara dan tidak boleh diperjualbelikan tanpa izin resmi. Kami tidak pernah menjual tanah disposal kepada warga,” tegas Edy, Humas PT JET.

Pernyataan ini berlawanan dengan pengakuan warga Karangawen yang menyebut telah membeli tanah hasil kerukan sungai seharga Rp200 ribu per truk untuk mengurug lahan. Polemik ini memicu desakan agar BBWS Pemali Juana dan pemerintah segera melakukan klarifikasi dan penelusuran menyeluruh.

Jawa Tengah

“Temuan di lapangan menunjukkan indikasi kuat bahwa lantai dasar gorong-gorong tidak pernah dibuat sejak awal. Klaim pelaksana proyek bahwa lantai tersebut hanya tertimbun tanah akibat hujan tidak sesuai dengan kondisi faktual. Selain itu, ketiadaan standar K3 di lokasi menambah kecurigaan adanya pelaksanaan proyek yang tidak patuh terhadap spesifikasi kontrak.

Jawa Tengah

Proyek drainase senilai Rp11,7 miliar di Kawasan Dempel, Muktiharjo Kidul, Semarang menuai sorotan. Selain tidak memasang papan informasi proyek, pelaksana diduga memasang UDitch tanpa lantai kerja di atas genangan air. Praktik ini jelas bertentangan dengan standar teknis konstruksi dan berpotensi menurunkan kualitas bangunan. Dengan selisih anggaran mencapai Rp3,39 miliar dari pagu awal, publik berhak mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan proyek tersebut.”

Jawa Tengah

Dugaan pelanggaran prosedur kembali mencuat dalam proses tender proyek rehabilitasi Gedung Pimpinan DPRD Kabupaten Semarang. P3BJ menuding adanya kejanggalan setelah CV Bangun Serasi yang sebelumnya dinyatakan gugur dalam evaluasi tahap pertama justru ditetapkan sebagai pemenang tender ulang, meski Sertifikat Badan Usaha (SBU) perusahaan tersebut diketahui telah dicabut sejak 4 Juni 2024 berdasarkan data LPJK. Hingga kini, pihak Dinas PUPR Kabupaten Semarang belum memberikan klarifikasi atas tudingan tersebut.