Scroll untuk baca berita
Hukum & KriminalJawa TengahJEPARA

Mafia Solar Kuasai SPDN Jepara, Nelayan Menjerit Tak Kebagian BBM Subsidi

338
×

Mafia Solar Kuasai SPDN Jepara, Nelayan Menjerit Tak Kebagian BBM Subsidi

Sebarkan artikel ini
Ratusan jerigen solar memenuhi area SPDN 48.594.01 di Kedung Jepara, Minggu (7/9/25). Nelayan mengaku tak kebagian BBM bersubsidi akibat ulah mafia solar. (Dok.newsbidik.com/Tim.Lipsus.RED,)

NEWS BIDIK, Jepara – Dugaan penyelewengan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar kembali mencuat di Kabupaten Jepara. Kali ini kasus mencoreng nama SPDN (Solar Packed Dealer Nelayan) 48.594.01 di Jalan Raya Pecangaan–Kedung, Desa Kedungmalang, Kecamatan Kedung, Minggu (7/9/25).

baca juga

SPDN yang sejatinya dibangun untuk menopang kebutuhan bahan bakar nelayan justru diduga telah dikuasai mafia solar. Dari pantauan lapangan, puluhan pelangsir dengan kendaraan roda tiga jenis Tossa mengangkut ratusan jerigen untuk menguras pasokan solar bersubsidi.

baca juga

Informasi yang dihimpun, aksi ini dikendalikan oleh sejumlah pengurus utama yang disebut-sebut bernama Layim, Udi Belong, Said, dan Alim. Mereka diduga memanfaatkan ribuan surat keterangan nelayan untuk meloloskan pembelian hingga 15 liter per hari per orang, meski bukan nelayan sesungguhnya.

baca juga

Prabowo Tegaskan APBN 2026 Harus Efisien dan Bebas Defisit: “Setiap Rupiah Harus Bermanfaat”

Lebih parah lagi, modus serupa juga terjadi di berbagai SPBU wilayah Jepara. Banyak SPBU hanya buka beberapa jam lantaran stok solar habis disedot truk siluman para pelangsir. Para pelaku diduga menggunakan lebih dari satu barcode untuk setiap kendaraan sehingga bisa mengakali sistem kuota resmi.

Padahal, aturan resmi Pertamina jelas membatasi pembelian biosolar harian, yakni:

Kendaraan pribadi roda 4 maksimal 60 liter

Kendaraan umum roda 4 maksimal 80 liter

Kendaraan umum roda 6 atau lebih maksimal 200 liter

Namun aturan ini mandul karena adanya kongkalikong dengan operator maupun mandor SPBU.

Investigasi di lapangan juga mengungkap solar subsidi itu dijual kembali oleh pelangsir dengan harga lebih mahal, yakni Rp1.000–Rp1.500 per liter di atas harga resmi. Selanjutnya, pasokan liar tersebut mengalir ke penampung ilegal untuk dipasarkan kepada perusahaan tambang ilegal maupun pengelola nelayan besar di Jepara dengan harga setara BBM nonsubsidi.

baca juga

Kapolri Berikan Tali Asih kepada Keluarga Komjen (Purn) Moehammad Jasin dan Veteran Seroja

Praktik kotor ini membuat mafia meraup untung besar, sementara nelayan kecil justru gigit jari karena tak kebagian solar subsidi yang menjadi haknya.

baca juga

Presiden Prabowo Tegaskan Pasal 33 UUD 1945 Jadi Fondasi Pembangunan Ekonomi Nasional

Masyarakat dan awak media mendesak aparat penegak hukum (APH) dari Polsek Kedung, Polres Jepara, hingga Polda Jawa Tengah untuk segera turun tangan. Penindakan tegas diperlukan agar hukum tidak terkesan tajam ke bawah namun tumpul ke atas, sekaligus mengembalikan kepercayaan publik terhadap aparat.

baca juga

Mabes Polri Tegaskan: Wartawan Harus Dilindungi, Anggota yang Melanggar Ditindak Tegas

SPDN sejatinya dibangun untuk menjamin ketersediaan solar subsidi bagi nelayan agar produktivitas mereka terjaga. Jika mafia solar dibiarkan terus bermain, bukan hanya masyarakat kecil yang dirugikan, tetapi juga berpotensi memicu kelangkaan BBM di Jepara dan sekitarnya.

Tinggalkan Balasan

Jawa Tengah

Polemik antara warga Desa Damarjati dan pemerintah desa mencuat setelah Agos Alesta menyampaikan kritik terbuka terkait kedisiplinan aparatur dan dugaan masalah administrasi. Pemerintah desa membantah tuduhan tersebut dan menilai aksi itu dilakukan tanpa konfirmasi. Kedua pihak kini saling memberi klarifikasi, sementara masyarakat menunggu langkah mediasi agar konflik tidak melebar.

Demak

Material hasil normalisasi Sungai Jragung adalah aset negara dan tidak boleh diperjualbelikan tanpa izin resmi. Kami tidak pernah menjual tanah disposal kepada warga,” tegas Edy, Humas PT JET.

Pernyataan ini berlawanan dengan pengakuan warga Karangawen yang menyebut telah membeli tanah hasil kerukan sungai seharga Rp200 ribu per truk untuk mengurug lahan. Polemik ini memicu desakan agar BBWS Pemali Juana dan pemerintah segera melakukan klarifikasi dan penelusuran menyeluruh.

Jawa Tengah

“Temuan di lapangan menunjukkan indikasi kuat bahwa lantai dasar gorong-gorong tidak pernah dibuat sejak awal. Klaim pelaksana proyek bahwa lantai tersebut hanya tertimbun tanah akibat hujan tidak sesuai dengan kondisi faktual. Selain itu, ketiadaan standar K3 di lokasi menambah kecurigaan adanya pelaksanaan proyek yang tidak patuh terhadap spesifikasi kontrak.

Jawa Tengah

Proyek drainase senilai Rp11,7 miliar di Kawasan Dempel, Muktiharjo Kidul, Semarang menuai sorotan. Selain tidak memasang papan informasi proyek, pelaksana diduga memasang UDitch tanpa lantai kerja di atas genangan air. Praktik ini jelas bertentangan dengan standar teknis konstruksi dan berpotensi menurunkan kualitas bangunan. Dengan selisih anggaran mencapai Rp3,39 miliar dari pagu awal, publik berhak mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan proyek tersebut.”

Jawa Tengah

Dugaan pelanggaran prosedur kembali mencuat dalam proses tender proyek rehabilitasi Gedung Pimpinan DPRD Kabupaten Semarang. P3BJ menuding adanya kejanggalan setelah CV Bangun Serasi yang sebelumnya dinyatakan gugur dalam evaluasi tahap pertama justru ditetapkan sebagai pemenang tender ulang, meski Sertifikat Badan Usaha (SBU) perusahaan tersebut diketahui telah dicabut sejak 4 Juni 2024 berdasarkan data LPJK. Hingga kini, pihak Dinas PUPR Kabupaten Semarang belum memberikan klarifikasi atas tudingan tersebut.