NEWS-BIDIK, Nagan Raya, Aceh – Rasa keadilan di tengah masyarakat Kabupaten Nagan Raya terus tergerus. Dalam berbagai persoalan agraria, masyarakat selalu menjadi pihak yang dipersalahkan, sementara pengusaha pemegang HGU seolah kebal hukum. Ironisnya, pada peringatan Kemerdekaan RI ke-80 tahun ini, sebagian rakyat Nagan Raya justru merasa masih dijajah – bukan oleh bangsa asing, tetapi oleh sistem yang lemah dan penguasa yang tak berpihak.
Amanah UUD 1945 dan nilai-nilai luhur Pancasila, yang seharusnya menjadi fondasi keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, kini terkesan hanya menjadi jargon dalam pidato resmi. Di lapangan, kemerdekaan sejati seolah hanya dinikmati oleh para pejabat dan elite, sementara rakyat kecil menjadi korban praktik korporasi dan kelumpuhan penegakan hukum.Senen, (11/8/2025).
Baca Juga
Agraria Indonesia Dalam Kekacauan Struktural, Aceh Punya Jalan Keluar Tapi Tak Melangkah
Janji politik Bupati Nagan Raya untuk “mengembalikan marwah daerah” pun kini dipertanyakan. Ketika konflik agraria memuncak di Kecamatan Tadu Raya dan Beutong, akibat dugaan penyerobotan lahan ulayat masyarakat oleh PT Kharisma Iskandar Muda (PT KIM), tak satu pun langkah nyata yang tampak dari pihak eksekutif maupun legislatif.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di Aula DPRK Nagan Raya hanya menjadi ruang simbolik yang jauh dari penyelesaian substansi. Berkali-kali hasil rapat tak pernah ditindaklanjuti di lapangan. Tak ada keberanian mengeksekusi keputusan politik untuk berpihak kepada rakyat. Lembaga Dewan pun dinilai kehilangan “taji” dan daya tawar (bargaining power) dalam menghadapi perusahaan besar yang diduga memiliki beking kuat.
Baca Juga
Diduga Proyek Irigasi Jeuram Tak Transparan, Puluhan Petani Kuala Nagan Raya Tuntut Kepastian
Sikap diam aparat penegak hukum memperkuat dugaan adanya kompromi kekuasaan yang membiarkan konflik terus berlangsung. Masyarakat yang menuntut keadilan dibiarkan menghadapi tekanan, intimidasi, dan bahkan kriminalisasi. Sementara korporasi dengan mudah memperluas wilayah tanpa sanksi dan kontrol.
Baca Juga
Situasi ini menandai kemunduran demokrasi lokal dan mempertegas adanya krisis kepercayaan terhadap institusi negara. Masyarakat menagih tindakan nyata, bukan sekadar pernyataan simpatik. Jika pemerintah dan wakil rakyat terus gagal menjawab jeritan rakyat, maka ketimpangan dan kemarahan sosial hanya tinggal menunggu waktu untuk meledak.