Scroll untuk baca berita
HeadlineJawa TengahJepara

Dugaan Pungli PTSL di Desa Pelang Mayong Jepara: Istri Perangkat Diduga Jadi Ketua Panitia

3936
×

Dugaan Pungli PTSL di Desa Pelang Mayong Jepara: Istri Perangkat Diduga Jadi Ketua Panitia

Sebarkan artikel ini

NEWS BIDIK, JEPARA – Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang seharusnya menjadi solusi pemerintah untuk mempercepat legalitas tanah warga, justru diduga disalahgunakan oleh oknum perangkat desa di Desa Pelang, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara.

baca juga

Dari Hambalang, Presiden Prabowo Pimpin Rapat Penanganan Karhutla: Apresiasi Kinerja dan Tegaskan Penegakan Hukum

Alih-alih menjalankan program sesuai prosedur dan semangat pelayanan publik, program PTSL di desa tersebut diduga dijadikan lahan basah oleh oknum aparat desa. Salah satu yang menjadi sorotan adalah penunjukan istri Sekretaris Desa (Sekdes) sebagai Ketua Panitia PTSL tingkat desa.

baca juga

Siswa MTs Darul Huda Jepara Dianiaya Teman Sekelas, Keluarga Ancam Tempuh Jalur Hukum

Pada Selasa (19/8/2025), terungkap bahwa masyarakat dikenai biaya sebesar Rp350.000 per bidang tanah. Padahal, merujuk pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, batas maksimal biaya untuk wilayah Jawa dan Bali adalah Rp150.000, dan itupun harus berdasarkan kesepakatan serta tanpa paksaan dari pihak manapun.

Dari data yang dihimpun, jumlah peserta PTSL di Desa Pelang mencapai sekitar 700 orang. Dengan tarif Rp350.000 per bidang, maka total dana yang terkumpul mencapai Rp245.000.000.

Namun, rincian penggunaan dana tersebut pun menuai tanda tanya besar. Berikut alokasi yang disebut-sebut menjadi bagian dari pembiayaan:

Rp40.000 untuk 4 patok

Rp30.000 untuk materai

Rp100.000 untuk konsumsi perangkat saat pengukuran

Rp100.000 untuk pihak ketiga

Rp80.000 dibagi antara petinggi dan carik

Ketiadaan transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan serta pelaksanaan anggaran ini pun menimbulkan kecurigaan kuat adanya praktik pungutan liar (pungli).

Panitia Tak Sesuai Aturan, Warga Pasrah

Sesuai ketentuan, pembentukan panitia PTSL tingkat desa harus dilakukan melalui Musyawarah Desa (Musdes) dan disepakati bersama masyarakat penerima manfaat. Panitia tersebut tidak boleh berasal dari unsur pemerintah desa secara langsung seperti kepala desa, sekdes, atau perangkat lainnya. Idealnya, panitia dibentuk dari unsur masyarakat melalui kelompok masyarakat (pokmas) secara independen dan demokratis.

baca juga

Diduga Tutup Informasi, Pemdes Jambu Timur Jepara Langgar UU KIP soal Proyek Pelebaran Jalan

Namun kenyataannya, di Desa Pelang, panitia justru dikendalikan oleh istri Sekdes. Hal ini tidak hanya melanggar prinsip-prinsip transparansi, tetapi juga menyalahi prosedur formal pelaksanaan program PTSL.

“Panitia seharusnya dari masyarakat, oleh masyarakat, untuk masyarakat. Kalau perangkat desa atau keluarga mereka yang pegang, jelas rawan penyimpangan,” ujar Ujatko, aktivis dari Lembaga Pengawasan Kebijakan (LPK), yang mengecam keras praktik tersebut.

LPK Siap Laporkan Dugaan Pelanggaran

Ujatko menegaskan, LPK sebagai lembaga yang pro terhadap program pemerintah, juga memiliki kewajiban untuk mengawasi dan mengkritisi setiap penyimpangan.

“Kalau terbukti ada pelanggaran hukum, apalagi dugaan pungli seperti ini, kami tidak akan segan-segan membuat laporan ke aparat penegak hukum. Ini uang rakyat, bukan untuk dipermainkan,” tandasnya.

Salah satu warga yang tidak ingin disebutkan namanya mengaku hanya bisa pasrah.

“Ya kami cuma ikut saja, meskipun tarifnya jelas-jelas lebih tinggi dari aturan. Karena kami butuh sertifikat. Kalau pakai jalur biasa malah lebih mahal,” ujarnya.

Kasus ini menjadi contoh nyata bahwa program pemerintah yang seharusnya mempermudah rakyat justru bisa menjadi celah korupsi di level bawah, jika tidak ada pengawasan ketat dari masyarakat dan aparat penegak hukum.

Tinggalkan Balasan

Demak

Aktivitas perjudian togel darat kini kian marak di wilayah Mranggen, Kabupaten Demak. Warga menilai praktik ilegal tersebut dibiarkan begitu saja tanpa tindakan tegas dari aparat, bahkan diduga dibekingi oleh oknum tertentu. Mereka mendesak penegak hukum segera turun tangan sebelum marwah Demak sebagai Kota Wali tercoreng.”

Jawa Tengah

Proyek drainase senilai Rp11,7 miliar di Kawasan Dempel, Muktiharjo Kidul, Semarang menuai sorotan. Selain tidak memasang papan informasi proyek, pelaksana diduga memasang UDitch tanpa lantai kerja di atas genangan air. Praktik ini jelas bertentangan dengan standar teknis konstruksi dan berpotensi menurunkan kualitas bangunan. Dengan selisih anggaran mencapai Rp3,39 miliar dari pagu awal, publik berhak mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan proyek tersebut.”

Jawa Tengah

Dugaan pelanggaran prosedur kembali mencuat dalam proses tender proyek rehabilitasi Gedung Pimpinan DPRD Kabupaten Semarang. P3BJ menuding adanya kejanggalan setelah CV Bangun Serasi yang sebelumnya dinyatakan gugur dalam evaluasi tahap pertama justru ditetapkan sebagai pemenang tender ulang, meski Sertifikat Badan Usaha (SBU) perusahaan tersebut diketahui telah dicabut sejak 4 Juni 2024 berdasarkan data LPJK. Hingga kini, pihak Dinas PUPR Kabupaten Semarang belum memberikan klarifikasi atas tudingan tersebut.

Jawa Tengah

“Perlu kami tegaskan, sampai saat ini tidak pernah ada dan tidak akan pernah ada perdamaian antara klien kami, dr. Astra, dengan saudara terduga pelaku, Mds. Tindakan yang dilakukan telah mencederai harkat, martabat, dan kehormatan profesi kedokteran yang seharusnya mendapat perlindungan dari segala bentuk kekerasan,” — dr. Hansen, S.Ked., S.H., M.H., Kuasa Hukum dr. Astra