Scroll untuk baca berita
AcehDaerah

Masyarakat Desak Pihak DPMGP4 dan Camat . Status Kepala Desa dan. PPPK Nagan Raya

412
×

Masyarakat Desak Pihak DPMGP4 dan Camat . Status Kepala Desa dan. PPPK Nagan Raya

Sebarkan artikel ini

NEWS-BIDIK,//Pantauan TIM Liputan Khusus Propinsi Aceh di Kabupaten Nagan Raya menjadi polemik di tengah tengah masyarakat permasalahan status Pegawai PPPK diharapkan kepada pihak terkait menindak lanjuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan semoga roda pemerintahan berjalan lancar semestinya.Selasa (13/ 5/2025 ).

Berdasarkan Surat Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor: 5321/BAU.02.01/SD/CI/2023 tanggal 29 Mei 2023 , Rekomendasi Penyelesaian Permasalahan Status Kepegawaian PPPK Menjadi Calon Kepala Desa, disampaikan bahwa Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) diangkat untuk memenuhi kebutuhan pada instansi pemerintah dan terikat pada perjanjian kerja dengan pejabat pembina

Kepegawaian yang didalamnya antara lain berisi target kinerja yang diharapkan dari PPPK , yang bersangkutan sehingga apabila PPPK merangkap jabatan lain akan mengganggu pelaksanaan tugas pemerintahan yang harus dijalankan sesuai dengan jabatannya sebagai PPPK serta target kinerja yang telah disepakati.

Bagi kepala desa atau perangkat desa yang telah lolos seleksi PPPK agar memilih salah satu jabatan tersebut mengingat yang bersangkutan setelah diangkat sebagai PPPK harus memenuhi target kinerja yang telah disepakati dalam perjanjian kerja serta akan melaksanakan tugas dan beban kerja sebagai PPPK

sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang dapat berbenturan dengan pelaksanaan tugas/pekerjaan apabila merangkap sebagai kepala desa atau perangkat desa.

Masyarakat memohon kepada pihak Dinas DPMGP4 dan Camat kabupaten Nagan Raya menindak lanjuti permasalahan tersebut semoga tidak terjadi perbincangan hangat di tengah tengah masyarakat Nagan Raya

Diharapkan kepada pihak Dinas BKPSDM kabupaten Nagan Raya untuk memproses PPPK yang merangkap jabatan Keuchik Gampong ( Kades ) serta Aparatur Desa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Tinggalkan Balasan

Aceh

Petani menjadi tersangka, sementara perusahaan perkebunan diduga kebal hukum. Manipulasi HGU yang melibatkan oknum BPN/ATR harus diusut tuntas demi keadilan masyarakat Padang Panyang.”

“Sudah puluhan tahun perusahaan berkuasa, tetapi hak rakyat tak pernah benar-benar merdeka. Presiden Prabowo diharapkan turun tangan menegakkan keadilan agraria di Nagan Raya.”

“Program plasma 20 persen hanya tinggal formalitas. Sampai hari ini tidak satu pun petani menikmati hasilnya.”

“Kami meminta APH tidak menutup mata. Mafia tanah harus dihentikan, bukan rakyat yang dijadikan tumb

Aceh

Diduga proyek pembangunan TKN 15 Samatiga Aceh Barat tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Minimnya pengawasan dari pihak terkait serta sulitnya akses informasi ke publik semakin memperkuat dugaan adanya penyimpangan dalam proyek bernilai miliaran rupiah ini. Aparat Penegak Hukum (APH) diminta turun tangan mengusut tuntas agar pembangunan fasilitas pendidikan tidak dikorbankan demi kepentingan tertentu.”

Aceh

Ketua Wilter LSM GMBI Aceh, Zulfikar Z, menyoroti dugaan pengabaian putusan Mahkamah Agung RI Nomor 690 PK/Pdt/2018 oleh PT Surya Panen Subur (SPS) yang beroperasi di Desa Pulou Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. Dalam putusan tersebut, PT SPS dihukum untuk membayar ganti rugi materil sebesar Rp136,8 miliar dan melakukan pemulihan lingkungan lahan gambut terbakar seluas 1.200 hektare dengan nilai Rp302,1 miliar.
Zulfikar mendesak Pemkab Nagan Raya dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar tidak menutup mata terhadap pelaksanaan putusan ini, serta segera menempuh langkah hukum berupa eksekusi paksa atau penyitaan aset perusahaan bila PT SPS tidak patuh.
Ia juga menantang pihak perusahaan untuk membuka data pemulihan lingkungan ke publik agar transparansi terjaga dan tidak menimbulkan tanda tanya di masyarakat.

Aceh

Dugaan penyerobotan lahan oleh PT KIM di Nagan Raya kembali memicu kemarahan warga. Meski Rapat Dengar Pendapat telah digelar di DPRK, aksi perusakan tanaman dan pembongkaran pondok milik masyarakat terus terjadi. Warga menilai perusahaan bertindak semena-mena dan mengabaikan kewajiban HGU, sementara pemerintah daerah dan DPRK terkesan tak berdaya menghadapi pengusaha perkebunan besar.”