NEWS-BIDIK,//Surabaya,— Sebuah eksekusi pengadilan di jantung Kota Surabaya menyisakan luka yang mendalam — bukan hanya secara fisik, namun juga batin dan sejarah. Gedung LMKA dan YMCA, dua bangunan bersejarah yang terletak di Jalan Kombes Pol M. Duryat, resmi dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu (4/6/2025). Keputusan ini memicu gelombang protes keras dari masyarakat, komunitas, dan penghuni yang selama ini menjaga dan menghidupi bangunan tersebut.
Eksekusi dilakukan berdasarkan penetapan perkara nomor 1025/Pdt.G/2022/PN Sby, atas permohonan Lie Mie Ling. Namun, Joan Maria Louise Mantiri — pengelola sekaligus penghuni gedung — menyatakan keberatan keras atas pelaksanaan eksekusi tersebut.
“Penggugat, Lie Mie Ling, sama sekali tidak pernah tinggal di gedung ini,” tegas Joan dalam pernyataannya. Ia mempertanyakan keabsahan dasar hukum penggugat, termasuk dugaan kepemilikan dua KTP berbeda yang menimbulkan kecurigaan administrasi.
Joan juga menyoroti bahwa proses hukum seharusnya masih berlangsung di tingkat banding, dan belum memiliki kekuatan hukum tetap. “Namun eksekusi sudah dilakukan, bahkan diwarnai insiden kekerasan,” ujarnya.
Dalam insiden tersebut, Joan mengaku menjadi korban kekerasan oleh oknum aparat. “Saya mengalami luka pendarahan, ditarik oleh oknum polisi yang diduga berasal dari Polrestabes Surabaya,” ungkap Joan dengan suara getir.
Gedung LMKA dan YMCA bukan sekadar bangunan; keduanya adalah saksi bisu perjalanan komunitas dan pendidikan di Surabaya selama puluhan tahun. Banyak pihak menilai bahwa tindakan eksekusi ini bukan hanya soal sengketa kepemilikan, tetapi juga pengabaian terhadap warisan sejarah kota.
Proses hukum dan reaksi publik atas eksekusi ini diperkirakan masih akan terus bergulir. Sementara itu, luka yang ditinggalkan — baik di tubuh, jiwa, maupun memori kolektif kota — masih membekas dan menunggu keadilan.

























