Scroll untuk baca berita
ACEH BARATDaerah

Diduga Abaikan K3 dan APD, Rehabilitasi Pendopo Bupati Aceh Barat Langgar Aturan Demi Keuntungan

300
×

Diduga Abaikan K3 dan APD, Rehabilitasi Pendopo Bupati Aceh Barat Langgar Aturan Demi Keuntungan

Sebarkan artikel ini

NEWS-BIDIK,//Aceh Barat, – Proyek rehabilitasi Pendopo Bupati Aceh Barat di Gampong Seuneubok, Kabupaten Aceh Barat, disorot tajam. Pihak pelaksana proyek diduga mengabaikan kewajiban keselamatan kerja, termasuk penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) bagi para pekerja yang bekerja di ketinggian. Body harness.

Proyek dengan Nomor SPK: 640/06/SP/PRB-PUPR/2025 yang dimulai pada 24 Februari 2025 ini memiliki nilai kontrak sebesar Rp1.210.043.780, bersumber dari Dana Tugas Pembantuan (DTU) Tahun Anggaran 2025. Pelaksana proyek adalah CV. ATIFA, dengan pengawasan oleh CV. Griya Architecture Design.
Selasa.(6/5/2025).

Namun berdasarkan pantauan tim liputan khusus di lapangan, ditemukan bahwa para pekerja tidak dilengkapi APD standar sebagaimana diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. Para pekerja tampak bekerja tanpa helm keselamatan, sabuk pengaman, atau perlindungan kaki, seakan bergelantungan seperti “Spider-Man” tanpa perlindungan memadai.

Tindakan tersebut jelas bertentangan dengan:

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Alat Pelindung Diri, yang mewajibkan pemberi kerja menyediakan dan memastikan penggunaan APD secara tepat oleh tenaga kerja.

Peraturan Menteri PUPR Nomor 10 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK), yang menekankan bahwa setiap kegiatan konstruksi harus menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja.

Lebih jauh lagi, pembiaran oleh pihak pelaksana maupun pengawas proyek berpotensi melanggar Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa setiap pekerja berhak mendapat perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Bahkan, hal ini dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 190 UU Ketenagakerjaan, yang menjatuhkan pidana penjara atau denda terhadap pelanggaran K3.

Sayangnya, saat dikonfirmasi melalui WhatsApp oleh awak media, pihak Dinas PUPR Aceh Barat tidak memberikan tanggapan hingga berita ini diterbitkan.

Diduga, pengabaian terhadap K3 dilakukan demi meraup keuntungan lebih besar, dengan mengorbankan keselamatan para pekerja. Ironisnya, proyek yang menyangkut fasilitas kepala daerah justru menunjukkan indikasi lemahnya penegakan hukum dan pengawasan.

Masyarakat dan berbagai pihak mendesak Dinas PUPR dan instansi terkait untuk segera melakukan inspeksi dan penindakan tegas terhadap rekanan proyek. Penegakan hukum harus ditegakkan agar kejadian serupa tidak terulang, serta memberikan efek jera bagi pelaksana proyek yang tidak patuh terhadap regulasi keselamatan kerja.

Tinggalkan Balasan

Aceh

Diduga proyek pembangunan TKN 15 Samatiga Aceh Barat tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Minimnya pengawasan dari pihak terkait serta sulitnya akses informasi ke publik semakin memperkuat dugaan adanya penyimpangan dalam proyek bernilai miliaran rupiah ini. Aparat Penegak Hukum (APH) diminta turun tangan mengusut tuntas agar pembangunan fasilitas pendidikan tidak dikorbankan demi kepentingan tertentu.”

Aceh

Ketua Wilter LSM GMBI Aceh, Zulfikar Z, menyoroti dugaan pengabaian putusan Mahkamah Agung RI Nomor 690 PK/Pdt/2018 oleh PT Surya Panen Subur (SPS) yang beroperasi di Desa Pulou Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. Dalam putusan tersebut, PT SPS dihukum untuk membayar ganti rugi materil sebesar Rp136,8 miliar dan melakukan pemulihan lingkungan lahan gambut terbakar seluas 1.200 hektare dengan nilai Rp302,1 miliar.
Zulfikar mendesak Pemkab Nagan Raya dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar tidak menutup mata terhadap pelaksanaan putusan ini, serta segera menempuh langkah hukum berupa eksekusi paksa atau penyitaan aset perusahaan bila PT SPS tidak patuh.
Ia juga menantang pihak perusahaan untuk membuka data pemulihan lingkungan ke publik agar transparansi terjaga dan tidak menimbulkan tanda tanya di masyarakat.