Scroll untuk baca berita
DaerahJawa Timur

Eksekusi Gedung Bersejarah di Surabaya Tuai Protes dan Luka Batin

226
×

Eksekusi Gedung Bersejarah di Surabaya Tuai Protes dan Luka Batin

Sebarkan artikel ini

NEWS-BIDIK,//Surabaya,— Sebuah eksekusi pengadilan di jantung Kota Surabaya menyisakan luka yang mendalam — bukan hanya secara fisik, namun juga batin dan sejarah. Gedung LMKA dan YMCA, dua bangunan bersejarah yang terletak di Jalan Kombes Pol M. Duryat, resmi dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu (4/6/2025). Keputusan ini memicu gelombang protes keras dari masyarakat, komunitas, dan penghuni yang selama ini menjaga dan menghidupi bangunan tersebut.

Eksekusi dilakukan berdasarkan penetapan perkara nomor 1025/Pdt.G/2022/PN Sby, atas permohonan Lie Mie Ling. Namun, Joan Maria Louise Mantiri — pengelola sekaligus penghuni gedung — menyatakan keberatan keras atas pelaksanaan eksekusi tersebut.

“Penggugat, Lie Mie Ling, sama sekali tidak pernah tinggal di gedung ini,” tegas Joan dalam pernyataannya. Ia mempertanyakan keabsahan dasar hukum penggugat, termasuk dugaan kepemilikan dua KTP berbeda yang menimbulkan kecurigaan administrasi.

Joan juga menyoroti bahwa proses hukum seharusnya masih berlangsung di tingkat banding, dan belum memiliki kekuatan hukum tetap. “Namun eksekusi sudah dilakukan, bahkan diwarnai insiden kekerasan,” ujarnya.

Dalam insiden tersebut, Joan mengaku menjadi korban kekerasan oleh oknum aparat. “Saya mengalami luka pendarahan, ditarik oleh oknum polisi yang diduga berasal dari Polrestabes Surabaya,” ungkap Joan dengan suara getir.

Gedung LMKA dan YMCA bukan sekadar bangunan; keduanya adalah saksi bisu perjalanan komunitas dan pendidikan di Surabaya selama puluhan tahun. Banyak pihak menilai bahwa tindakan eksekusi ini bukan hanya soal sengketa kepemilikan, tetapi juga pengabaian terhadap warisan sejarah kota.

Proses hukum dan reaksi publik atas eksekusi ini diperkirakan masih akan terus bergulir. Sementara itu, luka yang ditinggalkan — baik di tubuh, jiwa, maupun memori kolektif kota — masih membekas dan menunggu keadilan.

Tinggalkan Balasan

Aceh

Ketua Wilter LSM GMBI Aceh, Zulfikar Z, menyoroti dugaan pengabaian putusan Mahkamah Agung RI Nomor 690 PK/Pdt/2018 oleh PT Surya Panen Subur (SPS) yang beroperasi di Desa Pulou Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. Dalam putusan tersebut, PT SPS dihukum untuk membayar ganti rugi materil sebesar Rp136,8 miliar dan melakukan pemulihan lingkungan lahan gambut terbakar seluas 1.200 hektare dengan nilai Rp302,1 miliar.
Zulfikar mendesak Pemkab Nagan Raya dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar tidak menutup mata terhadap pelaksanaan putusan ini, serta segera menempuh langkah hukum berupa eksekusi paksa atau penyitaan aset perusahaan bila PT SPS tidak patuh.
Ia juga menantang pihak perusahaan untuk membuka data pemulihan lingkungan ke publik agar transparansi terjaga dan tidak menimbulkan tanda tanya di masyarakat.