Scroll untuk baca berita
AcehNEWS-BIDIK NAGANRAYAPOLRI

Klik link untuk baca berita selengkapnya Polres Nagan Raya Pantau Harga Sembako Pasca Banjir: Stok Aman, Sejumlah Komoditas Masih Naik

3734
×

Klik link untuk baca berita selengkapnya Polres Nagan Raya Pantau Harga Sembako Pasca Banjir: Stok Aman, Sejumlah Komoditas Masih Naik

Sebarkan artikel ini

NEWS BIDIK, Nagan Raya — Personel Unit II Ekonomi Sat Intelkam Polres Nagan Raya bersama Kanit Intelkam Polsek jajaran melakukan monitoring langsung terhadap harga dan ketersediaan Sembilan Bahan Pokok (Sembako) di sejumlah pasar kecamatan di Kabupaten Nagan Raya, Senin (1/12/2025). Langkah ini diambil menyusul dampak banjir yang melanda wilayah Aceh dan sebagian Sumut dalam beberapa hari terakhir.

Kegiatan monitoring tersebut bertujuan memastikan perkembangan harga dan ketersediaan bahan pokok di pasaran tetap terkendali serta mencegah potensi penimbunan dan permainan harga oleh oknum pedagang nakal.

Adapun pasar yang menjadi lokasi pengecekan, yaitu:

1. Pasar Alue Bili, Kecamatan Darul Makmur

2. Pasar Simpang Peut, Kecamatan Kuala

3. Pasar Jeuram, Kecamatan Seunagan

4. Pasar Keude Linteng, Kecamatan Seunagan Timur

5. Pasar Ule Jalan, Kecamatan BeBeuton

Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan, ketersediaan bahan pangan untuk kebutuhan masyarakat masih tercukupi. Stok sembako dinyatakan aman meskipun terdapat beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga akibat gangguan distribusi pasca banjir di beberapa kabupaten di Aceh dan Sumatera Utara.

Petugas mencatat bahwa secara umum harga dan ketersediaan Bahan Pokok dan Barang Penting (Bapokting) sudah mulai stabil. Tidak ditemukan adanya kelangkaan di pasaran. Namun, beberapa komoditas produk lokal seperti cabai besar dan cabai rawit masih dijual dengan harga tinggi. Kenaikan ini dipicu oleh meningkatnya harga beli dari pihak agen atau pemasok.

Polres Nagan Raya menegaskan akan terus melakukan pemantauan berkala untuk memastikan kebutuhan masyarakat tetap terpenuhi dan harga sembako berada dalam kondisi wajar, terutama selama masa pemulihan pasca bencana.

Tinggalkan Balasan

Aceh

Petani menjadi tersangka, sementara perusahaan perkebunan diduga kebal hukum. Manipulasi HGU yang melibatkan oknum BPN/ATR harus diusut tuntas demi keadilan masyarakat Padang Panyang.”

“Sudah puluhan tahun perusahaan berkuasa, tetapi hak rakyat tak pernah benar-benar merdeka. Presiden Prabowo diharapkan turun tangan menegakkan keadilan agraria di Nagan Raya.”

“Program plasma 20 persen hanya tinggal formalitas. Sampai hari ini tidak satu pun petani menikmati hasilnya.”

“Kami meminta APH tidak menutup mata. Mafia tanah harus dihentikan, bukan rakyat yang dijadikan tumb

Aceh

Diduga proyek pembangunan TKN 15 Samatiga Aceh Barat tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Minimnya pengawasan dari pihak terkait serta sulitnya akses informasi ke publik semakin memperkuat dugaan adanya penyimpangan dalam proyek bernilai miliaran rupiah ini. Aparat Penegak Hukum (APH) diminta turun tangan mengusut tuntas agar pembangunan fasilitas pendidikan tidak dikorbankan demi kepentingan tertentu.”

Aceh

Ketua Wilter LSM GMBI Aceh, Zulfikar Z, menyoroti dugaan pengabaian putusan Mahkamah Agung RI Nomor 690 PK/Pdt/2018 oleh PT Surya Panen Subur (SPS) yang beroperasi di Desa Pulou Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. Dalam putusan tersebut, PT SPS dihukum untuk membayar ganti rugi materil sebesar Rp136,8 miliar dan melakukan pemulihan lingkungan lahan gambut terbakar seluas 1.200 hektare dengan nilai Rp302,1 miliar.
Zulfikar mendesak Pemkab Nagan Raya dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar tidak menutup mata terhadap pelaksanaan putusan ini, serta segera menempuh langkah hukum berupa eksekusi paksa atau penyitaan aset perusahaan bila PT SPS tidak patuh.
Ia juga menantang pihak perusahaan untuk membuka data pemulihan lingkungan ke publik agar transparansi terjaga dan tidak menimbulkan tanda tanya di masyarakat.

Aceh

Dugaan penyerobotan lahan oleh PT KIM di Nagan Raya kembali memicu kemarahan warga. Meski Rapat Dengar Pendapat telah digelar di DPRK, aksi perusakan tanaman dan pembongkaran pondok milik masyarakat terus terjadi. Warga menilai perusahaan bertindak semena-mena dan mengabaikan kewajiban HGU, sementara pemerintah daerah dan DPRK terkesan tak berdaya menghadapi pengusaha perkebunan besar.”