Scroll untuk baca berita
Jawa Tengah

Proyek Rp 10 Miliar di Salatiga Jadi Sorotan: Pengawasan Dinilai Lemah, Dugaan Penyimpangan Menguat

4298
×

Proyek Rp 10 Miliar di Salatiga Jadi Sorotan: Pengawasan Dinilai Lemah, Dugaan Penyimpangan Menguat

Sebarkan artikel ini

NEWS BIDIK, Salatiga .Pembangunan di kawasan Taman Wisata Religi Kota Salatiga yang menyerap anggaran lebih dari Rp 10 miliar kini tengah menjadi perhatian publik. Proyek yang sebelumnya digadang-gadang bakal menjadi ikon kota justru memunculkan dugaan penyimpangan serta lemahnya kontrol pelaksanaan di lapangan.

Hasil pengamatan tim media menemukan berbagai kejanggalan teknis. Susunan batu pondasi terlihat asal-asalan, sebagian hanya ditata tanpa adukan semen yang layak, sementara ukuran material tidak seragam. Selain itu, ditemukan besi tulangan berkarat dengan ikatan yang kurang kuat, serta bekisting kayu yang basah dan dikerjakan secara kasar, yang dikhawatirkan memengaruhi kualitas pengecoran.

Temuan tersebut menimbulkan pertanyaan terhadap fungsi pengawasan dari kontraktor dan konsultan proyek.

Dari penelusuran lebih lanjut, terdapat tiga paket pekerjaan di kawasan Taman Wisata Religi Salatiga yang seluruhnya bersumber dari APBD Kota Salatiga Tahun Anggaran 2025, dengan total nilai Rp 10.985.015.000. Rinciannya meliputi:

Rp 2.929.825.000 untuk fasilitas penunjang daya tarik wisata,

Rp 5.166.190.000 untuk lanjutan pembangunan Taman Wisata Religi,

Rp 2.890.000.000 untuk peningkatan bangunan dan penataan kawasan.

Ketiga proyek tersebut diawasi oleh konsultan yang sama, CV Abiyasa. Kondisi ini menimbulkan kecurigaan publik mengenai potensi konflik kepentingan serta minimnya fungsi kontrol teknis. Pertanyaan pun muncul: mengapa proyek dengan nilai besar di lokasi yang sama diserahkan pada satu pengawas?

Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Salatiga ikut disorot. Lemahnya pengawasan lapangan dinilai membuka ruang kompromi antara pelaksana, konsultan, dan oknum pejabat terkait.

Ketua DPD Lembaga Aliansi Indonesia Badan Penelitian Aset Negara (LAI BPAN) Jawa Tengah, Yoyok Sakiran, menyatakan akan menindaklanjuti dugaan pelanggaran itu.

“Kami meminta Inspektorat, BPK, dan aparat penegak hukum segera mengaudit fisik dan keuangan. Jika ada penyimpangan, seluruh pihak harus dimintai pertanggungjawaban, baik secara hukum maupun administratif,” tegasnya.

Hal senada disampaikan M. Supadi (Kang Adi), pengurus sekaligus investigator LAI BPAN Jateng. Ia menyebut pihaknya akan berkirim surat ke DPUPR Kota Salatiga, Polres Salatiga, hingga Polda Jateng untuk memastikan adanya tindak lanjut.

Dengan anggaran yang sangat besar, proyek ini dikhawatirkan menjadi sumber kerugian negara apabila dugaan penyimpangan terbukti. Alih-alih menjadi kebanggaan, proyek tersebut bisa berubah menjadi contoh buruk akibat lemahnya kontrol dan indikasi permainan anggaran.

Sebagai bentuk keberimbangan pemberitaan, redaksi tetap membuka ruang klarifikasi bagi kontraktor, penyedia jasa, maupun instansi pemerintah terkait untuk menyampaikan tanggapan resmi.

Tinggalkan Balasan

Jawa Tengah

Polemik antara warga Desa Damarjati dan pemerintah desa mencuat setelah Agos Alesta menyampaikan kritik terbuka terkait kedisiplinan aparatur dan dugaan masalah administrasi. Pemerintah desa membantah tuduhan tersebut dan menilai aksi itu dilakukan tanpa konfirmasi. Kedua pihak kini saling memberi klarifikasi, sementara masyarakat menunggu langkah mediasi agar konflik tidak melebar.

Demak

Material hasil normalisasi Sungai Jragung adalah aset negara dan tidak boleh diperjualbelikan tanpa izin resmi. Kami tidak pernah menjual tanah disposal kepada warga,” tegas Edy, Humas PT JET.

Pernyataan ini berlawanan dengan pengakuan warga Karangawen yang menyebut telah membeli tanah hasil kerukan sungai seharga Rp200 ribu per truk untuk mengurug lahan. Polemik ini memicu desakan agar BBWS Pemali Juana dan pemerintah segera melakukan klarifikasi dan penelusuran menyeluruh.

Jawa Tengah

“Temuan di lapangan menunjukkan indikasi kuat bahwa lantai dasar gorong-gorong tidak pernah dibuat sejak awal. Klaim pelaksana proyek bahwa lantai tersebut hanya tertimbun tanah akibat hujan tidak sesuai dengan kondisi faktual. Selain itu, ketiadaan standar K3 di lokasi menambah kecurigaan adanya pelaksanaan proyek yang tidak patuh terhadap spesifikasi kontrak.

Jawa Tengah

Proyek drainase senilai Rp11,7 miliar di Kawasan Dempel, Muktiharjo Kidul, Semarang menuai sorotan. Selain tidak memasang papan informasi proyek, pelaksana diduga memasang UDitch tanpa lantai kerja di atas genangan air. Praktik ini jelas bertentangan dengan standar teknis konstruksi dan berpotensi menurunkan kualitas bangunan. Dengan selisih anggaran mencapai Rp3,39 miliar dari pagu awal, publik berhak mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan proyek tersebut.”

Jawa Tengah

Dugaan pelanggaran prosedur kembali mencuat dalam proses tender proyek rehabilitasi Gedung Pimpinan DPRD Kabupaten Semarang. P3BJ menuding adanya kejanggalan setelah CV Bangun Serasi yang sebelumnya dinyatakan gugur dalam evaluasi tahap pertama justru ditetapkan sebagai pemenang tender ulang, meski Sertifikat Badan Usaha (SBU) perusahaan tersebut diketahui telah dicabut sejak 4 Juni 2024 berdasarkan data LPJK. Hingga kini, pihak Dinas PUPR Kabupaten Semarang belum memberikan klarifikasi atas tudingan tersebut.