NEWS-BIDIK.//Langsa, Aceh – SMP Negeri 1 Langsa, yang dikenal sebagai salah satu sekolah favorit di Kota Langsa, kini berada dalam sorotan tajam. Dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang sistematis dan berulang menyeruak ke permukaan, mengarah pada keterlibatan oknum kepala sekolah sebagai aktor utama.
Selasa (15/4/2025).
Modus pungli yang dilakukan tidak sekadar kasat mata, melainkan terselubung dan terorganisir. Mulai dari pungutan terhadap siswa baru, penjualan seragam sekolah, pengutipan uang Jumat, hingga pungutan pensiun guru, semuanya diduga berlangsung dengan rapi di bawah kendali sang kepala sekolah.
Kemampuan sang oknum memainkan peran sebagai pemimpin berprestasi sambil menyembunyikan praktik menyimpang, membuat pengungkapan kasus menjadi rumit. Citra “sekolah unggulan” dijadikan tameng untuk mengelabui publik dan orang tua siswa. Pungutan-pungutan tersebut dibungkus dengan alasan untuk “kemajuan sekolah”, padahal kuat dugaan dana itu digunakan untuk pencitraan dan kepentingan pribadi.
“Pemain Cadangan” dan Dugaan Arahannya
Tidak hanya kepala sekolah, beberapa guru pun diduga terlibat sebagai “pemain cadangan”. Mereka disebut-sebut mendapat arahan langsung dari sang kepala sekolah, yang menjadikan mereka merasa aman dan berani menjalankan praktik tersebut. Ini memperkuat dugaan bahwa kepala sekolah bukan sekadar pelaku tunggal, tetapi dalang dalam sebuah jaringan pungli di lingkungan sekolah.
Peringatan Diabaikan, Penegakan Hukum Dipertanyakan
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Langsa, Dra. Suhartini, M.Pd., sebelumnya telah memberikan peringatan melalui lisan dan surat tertulis agar pungli dihentikan. Namun, fakta di lapangan berkata lain: praktik pengutipan masih berlangsung. Pemanggilan kepala sekolah oleh dinas pun diduga hanya formalitas, tanpa diiringi langkah tegas.
Indikasi adanya “backing” atau perlindungan dari pihak berpengaruh kian memperkuat dugaan lemahnya penegakan hukum di sektor pendidikan. Kegagalan pihak dinas dalam menindaklanjuti kasus ini justru membuka peluang bagi oknum untuk merasa kebal hukum.
Penjualan Seragam dan Pelanggaran Aturan
Salah satu praktik yang mencolok adalah penjualan seragam sekolah oleh pihak sekolah, yang melanggar Pasal 198 PP Nomor 17 Tahun 2010. Kepala sekolah diduga memanipulasi informasi dan menyiasati situasi, sehingga orang tua siswa percaya bahwa semua pungutan itu sah dan wajib dibayar.
Respons Dinas: Lemah tapi Terbuka
Ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, pihak Dinas Pendidikan Kota Langsa membalas:
“Wassalam. Baik, saat ini kami sedang melakukan pemanggilan kepada guru-guru, khususnya wali kelas, untuk mencari informasi lebih dalam terkait pengutipan uang kas. Meski kami telah menghimbau secara lisan dan tertulis agar pungli dihentikan, praktik tersebut diduga masih berlangsung. Kami juga sedang menelusuri sekolah-sekolah lain yang terindikasi melakukan praktik serupa. Untuk itu, kami butuh laporan dari masyarakat atau wali murid yang keberatan agar dapat kami tindak.”
Pernyataan tersebut menunjukkan kesan bahwa Dinas Pendidikan belum memiliki kekuatan penuh dalam melakukan penindakan tegas. Di sisi lain, dibutuhkan keberanian dari masyarakat untuk melaporkan dugaan pungli agar dapat diproses secara hukum.
Kesimpulan: Saatnya Bongkar Jaringan dan Bersihkan Dunia Pendidikan
Kasus ini bukanlah insiden tunggal. Terdapat pola yang mengarah pada sistem yang telah lama dibiarkan tumbuh subur. Jika tidak ditangani secara serius, praktik ini akan terus menggerogoti dunia pendidikan dan mencoreng kepercayaan publik terhadap institusi sekolah.
Investigasi menyeluruh dan tindakan hukum tegas harus segera dilakukan, bukan hanya terhadap oknum kepala sekolah, tapi juga semua pihak yang terlibat dan melindungi. Sudah saatnya pendidikan di Kota Langsa dibersihkan dari praktik-praktik kotor yang mencederai nilai kejujuran dan integritas.