Scroll untuk baca berita
OPINI

Kisah Hafiz, Mantan Dokter Spesialis UI yang Kini Tinggal di Kolong Jembatan demi Kedamaian Batin

188
×

Kisah Hafiz, Mantan Dokter Spesialis UI yang Kini Tinggal di Kolong Jembatan demi Kedamaian Batin

Sebarkan artikel ini

NEWS-BIDIK, Demak — Kisah hidup Hafiz, seorang pria paruh baya yang dulunya berprofesi sebagai dokter spesialis Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT), menyedot perhatian publik usai tayang di kanal YouTube Sinau Hurip. Bukan sosok biasa, Hafiz adalah lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) yang juga pernah menimba ilmu hingga ke Singapura dan Italia.

“Saya dulu dokter. S1 di UI, kedokteran umum. Setelah itu saya lanjut kuliah lagi, lalu menikah. Istri saya juga dokter, asal Cianjur. Saya ambil spesialis THT di Singapura, lalu lanjut ke Italia. Di sana saya tinggal sampai empat tahun,” tutur Hafiz dalam wawancara tersebut.

Namun kehidupan Hafiz kini berubah drastis. Selama sembilan tahun terakhir, ia memilih untuk tinggal di sebuah gubuk kecil di bawah kolong jembatan kawasan Kadilangu, Demak, Jawa Tengah. Bukan karena tidak memiliki harta atau tempat tinggal, tetapi karena keputusan pribadi untuk menjauh dari hiruk-pikuk dunia setelah kehilangan dua orang terdekat.

Kepergian sang istri yang sangat dicintainya menjadi titik awal luka batin yang dalam. Luka itu semakin menjadi saat putra semata wayangnya meninggal dunia dalam kecelakaan tragis, sesaat sebelum wisuda di Jerman.

“Istri meninggal. Anak saya waktu itu kuliah di Jerman, mau wisuda, pulang ke Indonesia, tapi belum sampai rumah sudah kecelakaan dan meninggal. Dari situ saya frustrasi,” kenangnya dengan suara lirih.

Sejak saat itu, Hafiz meninggalkan semua yang pernah ia bangun. Yayasan pendidikan, apotek, hingga profesi dokter ia lepaskan. Seluruh pengelolaan yayasan ia serahkan kepada saudara angkatnya, dan ia pun pergi mencari ketenangan batin.

Hafiz sempat tinggal di Cianjur dan berkunjung ke Singapura untuk bertemu rekan-rekan sejawatnya. Namun pada akhirnya ia memilih kembali ke Indonesia dan menetap di tempat sederhana yang jauh dari gemerlap dunia.

Meski hidup dalam keterbatasan fisik, Hafiz mengaku menemukan ketenangan batin. Ia mengisi hari-harinya dengan ibadah hingga larut malam dan bersosialisasi dengan warga sekitar.

“Saya sudah siapkan segalanya, saya siap. Karena Allah yang membawa saya. Apa gunanya saya salat lima waktu, 24 jam hidup untuk-Nya, kalau saya tidak siap menghadapi mati? Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi robbil ‘alamin,” ucapnya dengan penuh keyakinan.

Kisah Hafiz menjadi potret nyata bahwa ketenangan hidup tidak selalu datang dari keberlimpahan materi, melainkan dari ketulusan hati dalam menerima takdir dan berserah diri kepada Sang Pencipta.

Penulis : browibowo 

Di kutip dari :kanal YouTube @sinau urip, Minggu, (3/8/2025).