newsbidik.com ,//Nagan Raya, Aceh – Masyarakat di beberapa desa di Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, melayangkan protes keras terhadap perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Kharisma Iskandar Muda (PT KIM). Perusahaan ini diduga telah menyerobot lahan kebun milik warga dan memanipulasi dokumen persetujuan kepala desa untuk memuluskan terbitnya Hak Guna Usaha (HGU).
Sejumlah desa yang terdampak dalam dugaan ini meliputi Desa Babah Rot, Bumi Sari, Blang Tadu, Rambong, hingga Batang Durian. Berdasarkan informasi yang dihimpun pada Kamis (10/7/2024), masyarakat menyebut bahwa sebagian besar lahan mereka tiba-tiba masuk ke dalam wilayah izin HGU milik PT KIM, tanpa adanya pemberitahuan atau kesepakatan yang sah.
Baca Juga
https://newsbidik.com/news-bidik-naganraya/bunda-paud-kabupaten-nagan-raya-buka-diklat-lanjutan-guru-paud-tahun-2025/
Salah satu tokoh masyarakat Desa Batang Durian, berinisial MJ, kepada tim liputan mengatakan bahwa sejumlah tanaman milik warga diratakan oleh pihak perusahaan dengan dalih bahwa lahan tersebut sudah menjadi bagian dari area HGU perusahaan.
“Kami kaget, tahu-tahu kebun kami diratakan. Padahal itu sudah digarap warga sejak lama. Tiba-tiba masuk HGU PT KIM. Kami merasa ditipu,” ujar MJ.
Manipulasi Persetujuan Kepala Desa?
Dalam proses penerbitan HGU, persetujuan tertulis dari kepala desa atau perwakilan masyarakat adat merupakan syarat krusial, khususnya apabila lahan yang dimohonkan adalah tanah ulayat atau milik masyarakat hukum adat.
Baca Juga
https://newsbidik.com/daerah/aceh/kapolda-aceh-pimpin-sertijab-empat-pejabat-utama-dan-dua-kapolres/
Namun, masyarakat menduga bahwa PT KIM telah memanipulasi atau memalsukan dokumen persetujuan tersebut guna memenuhi syarat administratif penerbitan HGU.
Tindakan tersebut, jika terbukti benar, berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan juga Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen, serta bertentangan dengan prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) yang menjadi standar internasional perlindungan hak masyarakat adat.
Respons Singkat Perusahaan
Saat dikonfirmasi awak media melalui pesan WhatsApp, pihak Humas PT KIM yang diidentifikasi dengan inisial “S” hanya memberikan tanggapan singkat:
“Assalamualaikum, mohon untuk berita ini. Pihak perusahaan tidak merusak tanaman masyarakat dan tidak merugikan masyarakat. Kita tetap bermitra dengan masyarakat. Walaupun perkebunan PT KIM belum menghasilkan, sudah 75% tenaga kerjanya berasal dari sekitar kebun dan Nagan Raya.”
Namun, jawaban tersebut dinilai masyarakat tidak menjawab substansi persoalan, khususnya terkait dugaan penyerobotan lahan dan manipulasi administratif dokumen persetujuan kepala desa.
Harapan Masyarakat pada APH
Masyarakat mendesak Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya di wilayah Kabupaten Nagan Raya, untuk segera turun tangan dan menyelidiki dugaan pelanggaran hukum oleh PT KIM.
“Kami tidak menolak investasi, tapi jangan sampai hak-hak kami sebagai masyarakat kecil diabaikan begitu saja,” kata seorang warga yang enggan disebut namanya.
Masyarakat berharap proses hukum dapat berjalan objektif dan transparan, agar kasus ini tidak menjadi preseden buruk bagi pengelolaan lahan dan hak masyarakat adat di Aceh.
Dasar Hukum yang Diduga Dilanggar:
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria, khususnya Pasal 3 yang menjamin hak ulayat dan tanah adat.
Pasal 263 KUHP, tentang pemalsuan surat, dengan ancaman pidana hingga 6 tahun penjara.
Peraturan Menteri ATR/BPN No. 18 Tahun 2016, tentang Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha, yang mensyaratkan persetujuan masyarakat dalam permohonan HGU.
https://newsbidik.com/news-bidik-naganraya/warga-desa-cot-rambong-demo-kantor-bpn-atr-dan-kejari-nagan-raya-protes-dugaan-ketidakadilan-penyidik-mabes-polri/
Prinsip FPIC (Free, Prior and Informed Consent) yang diakui dalam hukum nasional dan internasional dalam perlindungan hak masyarakat adat.
Post Views: 4,288