Dua Ekor Sapi Aset BUMG Diduga Dijual Ilegal, Warga Gapa Garu Desak APH Usut Tuntas
Sebarkan artikel ini
NEWS-BIDIK||Aceh Nagan Raya, Masyarakat dan pemuda Desa Gapa Garu, Kecamatan Tadu Raya, Kabupaten Nagan Raya, menyoroti dugaan penyalahgunaan aset desa berupa dua ekor sapi milik Badan Usaha Milik Gampong (BUMG). Warga mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk segera turun tangan mengusut tuntas persoalan tersebut.Sabtu (5/4/2025)
Menurut informasi yang diterima media ini dari warga setempat, dua ekor sapi yang merupakan aset BUMG desa diduga telah dijual secara sepihak oleh mantan kepala desa dan kepala desa aktif. Masing-masing kepala desa disebut telah menjual satu ekor sapi dengan alasan kondisi sapi dalam keadaan sakit.
“Alasan sakit itu tidak masuk akal. Seharusnya ada laporan resmi atau bukti tertulis yang bisa dipertanggungjawabkan. Ini malah dijual begitu saja tanpa musyawarah atau pemberitahuan kepada masyarakat,” ujar salah satu warga yang enggan disebut namanya.
Sapi-sapi tersebut merupakan bagian dari delapan ekor sapi yang dibeli menggunakan dana desa sejak tahun 2021. Namun, hingga kini, masyarakat tidak mengetahui jumlah pasti sapi yang masih tersisa, karena tidak ada laporan atau transparansi dari pihak pemerintah desa.
Warga menyayangkan pengelolaan aset BUMG yang tidak akuntabel dan diduga sarat kepentingan pribadi. “Pengelolaan dana dan aset desa seharusnya berlandaskan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan demi kesejahteraan masyarakat. Bukan malah disalahgunakan,” tambahnya.
Tindakan sepihak penjualan aset desa tanpa musyawarah dan pertanggungjawaban keuangan dapat melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur tentang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.
Masyarakat Desa Gapa Garu berharap Pemerintah Kabupaten Nagan Raya dan aparat penegak hukum memberikan perhatian serius terhadap kasus ini. Pengelolaan aset desa yang tidak profesional dinilai berpotensi merugikan keuangan negara dan menghambat pembangunan ekonomi desa.
“Jangan sampai kasus seperti ini terus berulang. Kami minta proses hukum ditegakkan seadil-adilnya, agar pengelolaan dana dan aset desa ke depan bisa lebih baik,” tutup tokoh pemuda desa.