Scroll untuk baca berita
https://newsbidik.com/wp-content/uploads/2025/07/IMG_20250705_125229.jpg
Jawa TimurReligi

Jejak Suci Raden Ayu Khaji Siti Khalimah: Perempuan Penyebar Cahaya Islam dari Bukit Nganjuk

69
×

Jejak Suci Raden Ayu Khaji Siti Khalimah: Perempuan Penyebar Cahaya Islam dari Bukit Nganjuk

Sebarkan artikel ini

Nganjuk, Jawa Timur – Di balik keheningan perbukitan di Desa Kebon Agung, Kecamatan Sawahan, berdiri sebuah makam yang kerap didatangi para peziarah dengan hati khusyuk dan niat tulus. Tempat itu adalah peristirahatan terakhir Raden Ayu Khaji Siti Khalimah, seorang tokoh perempuan penyebar Islam yang meninggalkan jejak spiritual mendalam bagi masyarakat Nganjuk dan sekitarnya. Jum,at,(20/6/2025).

Latar Belakang dan Asal-Usul Mulia

Raden Ayu Khaji Siti Khalimah dikenal sebagai perempuan bangsawan berdarah biru yang memiliki akar kuat dalam tradisi keilmuan dan keagamaan Jawa. Ia tumbuh di lingkungan keraton dan pesantren yang menjunjung tinggi nilai-nilai tauhid, tasawuf, dan syari’ah. Sejak muda, ia telah menunjukkan kecemerlangan intelektual dan keluhuran akhlak.

Kecantikannya yang alami tak mengalahkan keteguhan iman dan kesederhanaan hidupnya. Di tengah lingkungan sosial yang masih patriarkis, Raden Ayu berhasil menjadi penggerak pendidikan keagamaan bagi kaum perempuan—sebuah terobosan yang sangat langka di masanya.

Perjuangan Dakwah yang Lembut dan Menyentuh Hati

Pada masa itu, Islam belum sepenuhnya mengakar di wilayah pedesaan Nganjuk. Masyarakat masih menjalankan tradisi sinkretik yang memadukan kepercayaan lokal dengan ajaran Islam. Raden Ayu tidak memilih jalan konfrontatif, melainkan menempuh metode dakwah yang halus, melalui kasih sayang, keteladanan, dan tutur kata yang menyejukkan.

Ia membangun sebuah langgar sederhana sebagai pusat kajian keislaman, terutama untuk anak-anak dan kaum ibu. Dari situlah, ajaran Islam yang murni dan damai mulai diterima masyarakat secara perlahan tapi pasti. Ia pun dikenal luas dengan sebutan “Ibu Guru Khalimah”, sosok yang mengajarkan Islam bukan hanya lewat lisan, melainkan juga lewat laku.

Mas Ibnu, salah satu peziarah yang rutin datang ke makamnya, menuturkan bahwa jejak dakwah Raden Ayu tak hanya meninggalkan jejak sejarah, tapi juga spiritualitas yang hidup hingga kini. “Beliau mengajarkan Islam dengan hati, bukan dengan paksaan,” ucapnya.

Tapak Spiritualitas di Lereng Bukit

Dalam menjalani laku spiritualnya, Raden Ayu kerap melakukan tirakat dan semedi di sebuah sendang di lereng bukit, yang kini dikenal dengan sebutan Sendang Khalimah. Warga sekitar meyakini tempat tersebut sebagai lokasi yang penuh berkah dan menjadi titik ziarah utama selain makamnya.

Sendang ini tidak hanya menjadi saksi perjalanan spiritual beliau, tetapi juga menjadi tempat perenungan bagi masyarakat yang mencari ketenangan batin.

Wafatnya Sang Tokoh dan Warisan Abadi

Raden Ayu Khaji Siti Khalimah wafat di usia senja dan dimakamkan di atas bukit sunyi yang kini menjadi magnet spiritual. Setiap malam Jumat, terutama pada bulan-bulan mulia seperti Sya’ban dan Muharram, makamnya tak pernah sepi dari peziarah. Doa-doa dipanjatkan dengan penuh harap, dan kisah perjuangannya terus diceritakan dari generasi ke generasi.

Warisan beliau bukan sekadar tempat ziarah, melainkan nilai perjuangan yang hidup: tentang kesabaran, kasih sayang, dan keteguhan dakwah dalam bingkai kelembutan.

Penutup: Cahaya Tak Pernah Padam

Meski namanya tak tercatat dalam buku sejarah nasional, sosok Raden Ayu Khaji Siti Khalimah telah menjadi bagian tak terpisahkan dari memori kolektif masyarakat Nganjuk. Ia adalah bukti bahwa perempuan memiliki peran penting dalam penyebaran ajaran Islam yang damai.

Dalam setiap doa yang terucap di pusaranya, terdapat harapan akan keberkahan dan syafaat. Dalam setiap langkah para peziarah, ada semangat untuk meneladani perjuangan sang guru.

“Kata yang lembut dan hati yang bersih akan lebih menggetarkan daripada suara keras yang memaksa.” – Petuah Raden Ayu Khaji Siti Khalimah.

Tinggalkan Balasan