NEWS-BIDIK,//GROBOGAN – Kejaksaan Negeri Grobogan resmi menahan Kepala Desa Cangkring, Kecamatan Tegowanu, berinisial MA, atas dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) selama periode 2019 hingga 2024. Penahanan dilakukan setelah MA menjalani pemeriksaan intensif pada Jumat, (20/6/2025).
Pemeriksaan yang berlangsung sejak pukul 10.00 hingga 14.00 WIB itu berujung pada peningkatan status MA dari saksi menjadi tersangka. Kepala Seksi Intelijen Kejari Grobogan, Frengki Wibowo, SH., MH., menjelaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan berdasarkan bukti permulaan yang dinilai cukup sesuai ketentuan Pasal 184 KUHAP. Penetapan tersebut tertuang dalam Surat Nomor: 1634/M.3.41/Fd.2/06/2025.
“Penahanan dilakukan untuk mencegah tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, maupun mengulangi perbuatannya,” jelas Frengki. MA akan mendekam di Lapas Kelas IIB Purwodadi selama 20 hari ke depan, terhitung sejak 20 Juni hingga 9 Juli 2025.
Kerugian Negara Mencapai Ratusan Juta
Berdasarkan hasil audit dari Inspektorat Kabupaten Grobogan, total kerugian negara akibat dugaan praktik korupsi tersebut mencapai Rp397.944.870. Nilai itu berasal dari berbagai penyimpangan dalam pengelolaan aset dan dana desa, di antaranya:
Pemanfaatan tanah bengkok kepala desa secara berlebihan selama enam tahun (seluas 0,77 hektare),
Penghentian pengembalian dana tanah pensiunan mantan kades (0,5 hektare selama empat tahun),
Penyalahgunaan tanah bondo desa pada 2022–2023,
Tidak dicantumkannya sisa anggaran sebagai Silpa untuk tahun berikutnya,
Pinjaman fiktif kepada BUMDes pada 2023,
Penggunaan dana lelang tanah desa yang tidak sesuai regulasi pada 2024,
Proyek infrastruktur desa yang tidak sesuai spesifikasi teknis hasil pemeriksaan Dinas PUPR Grobogan.
Tersangka Kembalikan Dana, Proses Hukum Tetap Berlanjut
Saat diperiksa sebagai tersangka, MA menyerahkan uang senilai Rp349.145.000 kepada penyidik sebagai bentuk pengembalian kerugian negara. Meski demikian, kejaksaan menegaskan bahwa pengembalian tersebut tidak menghapus ancaman pidana.
“Pengembalian dana akan tetap disita sebagai barang bukti dan digunakan dalam proses persidangan. Hal ini sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tegas Frengki.
Hingga saat ini, penyidik telah memeriksa 13 orang saksi dari berbagai latar belakang, termasuk perangkat desa dan warga. Kejari Grobogan membuka kemungkinan penambahan saksi seiring pendalaman penyidikan yang masih berlangsung.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena mencerminkan lemahnya pengawasan terhadap dana desa yang semestinya digunakan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Kejaksaan menyatakan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini hingga ke meja hijau sebagai bagian dari upaya pemberantasan korupsi di tingkat desa.